SAMARINDA, MEDIASAMARINDA.com – Sejarah ketupat memiliki nilai filosofis yang melekat sejak zaman pra-Islam. Hidangan yang biasa disajikan saat Hari Raya Idul Fitri ini ternyata menjadi hasil dari akulturasi budaya antara pengaruh Hindu dan nilai keislaman. Lantas sejak kapan masyarakat mengonsumsi ketupat?
Sejarah Ketupat di Indonesia
Ketupat seakan menjadi hidangan wajib dalam hari besar Islam, yakni Hari Raya Idul Fitri. Di hari tersebut, masyarakat islam akan merayakan kemenangan atas keberhasilan melawan nafsu dhohir maupun batin selama satu bulan penuh sebagaimana telah disebutkan pada rukun Islam ketiga.
Ketupat sendiri merupakan hidangan berupa nasi yang dibungkus menggunakan janur kelapa dengan proses pengolahan menggunakan tungku tradisional berbahan kayu. Biasanya, ketupat akan direbus sekitar lima jam penuh untuk mendapatkan kematangan yang sempurna sehingga mampu disimpan dalam beberapa hari.
Selain itu, masyarakat yang mengolah ketupat juga kerap membagikannya kepada keluarga, kerabat, maupun masyarakat guna dinikmati bersama. Tradisi ini seolah telah membaur menjadi kearifan lokal setiap perayaan hari besar Islam.
Menurut sejarah, hidangan ketupat sudah ada sejak zaman dahulu bahkan sebelum pra-Islam. Seorang sejarawan dari Universitas Padjadjaran Bandung, Fadly Rahman mengungkapkan bahwa hidangan ketupat sudah tertulis melalui peninggalan sejarah berupa prasasti kuno dan telah diteliti oleh para ahli.
“Secara tertulis dalam prasasti yang diteliti oleh para ahli, tak disebut secara spesifikasi merujuk ke ketupat, tetapi indikasi makanan beras yang dibungkus nyiur sudah dilakukan sebelum masa pra-Islam,” kata Fadly.
Lebih lanjut, Fadly menjelaskan bahwa masuknya ketupat ke Indonesia diambil dari gaya hidup Sunan Kalijaga, tepatnya pada masa syiar Islamnya di abad ke-15 hingga ke-16. Berdasarkan cerita rakyat, Sunan Kalijaga menjadikan ketupat sebagai hasil pembauran antara budaya Hindu dan Keislaman.
“Sunan Kalijaga menjadikan ketupat sebagai budaya sekaligus filosofi Jawa yang berbaur dengan nilai keislaman,” kata Fadly Rahman.
Selain itu, sejarah ketupat juga memiliki makna filosofis yang berasal dari kalimat ‘ngaku lepat’. Kalimat ini mengandung arti mengenai pengakuan atas kesalahan terhadap sesama. Selain itu, ada pula makna lain dalam hidangan ketupat, yakni laku papat (empat laku) yang mencerinkan empat sisi dari ketupat, diantaranya lebaran, leburan, laburan, dan luberan.
Makna Lebaran Ketupat
Menjadi hidangan khas saat Hari Raya Idul Fitri, ketupat memiliki dua makna filosofis. Keduanya pun dipercaya oleh masyarakat Jawa sebagai pesan yang terkandung melalui sejarah ketupat. Adapun dua makna tersebut yaitu ‘ngaku lepat’ dan ‘laku papat’.
Seperti yang sudah diketahui, ‘ngaku lepat’ bermakna pengakuan atas kesalahan terhadap sesama baik orangtua, keluarga, kerabat, teman maupun orang lain. Sedangkan ‘laku papat’ menggambarkan empat nilai yang terbagi melalui keempat sisi belah ketupat, diantaranya lebaran, leburan, laburan, dan luberan.
Lebaran, berarti perayaan yang dilakukan setelah berhasil menunaikan kewajiban puasa dan berakhirnya perintah tersebut. Sedangkan Leburan memiliki makna terleburnya dosa saat Hari Raya Idul Fitri yang ditandai dengan kegiatan silaturahmi dan maaf-maafan. Selanjutnya, Laburan yang berasal dari kata labur atau kapur putih. Istilah ini menggambarkan kondisi hati yang kembali suci setelah melangsungkan ibadah Ramadhan selama satu bulan penuh.
Terakhir, yaitu luberan yang bermakna meluap atau melimpah. Artinya, di hari besar ini akan ada banyak sekali berkah yang dilimpahkan kepada penduduk bumi sehingga mengingatkan umat Islam untuk senantiasa berbagi. Melalui sejarah ketupat tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa ketupat menjadi hal yang berkaitan erat dengan adat dan budaya masyarakat Islam.
Lebih lanjut, tradisi lebaran ketupat biasanya akan dilakukan pada 7 atau 8 Syawal dihitung setelah perayaan tanggal 1 Syawal. Sesuai sunnah Nabi Muhammad SAW, lebaran ketupat hadir untuk memeriahkan satu minggu setelah periode puasa Syawal.
Sebagai informasi, terdapat hidangan lain yang juga kerap disajikan saat lebaran. Hidangan tersebut pun dinamakan dengan Lepet. Berbeda dengan ketupat, lepet dibuat menggunakan beras ketan yang ditutup rapat sehingga menciptakan ciri khas yang berbeda.