Kalimantan Timur, MediaSamarinda.com – Sejak hari Selasa (22/08/23) kemarin, Jepang mengeluarkan keputusan kontroversial yang menuai reaksi negatif dari publik internasional. Fumio Kishida sebagai Perdana Menteri Jepang menyatakan rencana Jepang buang limbah nuklir akan diwujudkan sesegera mungkin. Ucapan Kishida dibuktikan dengan aktivitas pembuangan air olahan yang bersifat radioaktif telah dimulai pada hari Kamis (24/08/23) kemarin & tak dielakkan lagi langsung memicu reaksi negatif dan kemarahan dari beberapa organisasi kelautan, lingkungan serta negara tetangga.
Keresahan Dampak Jepang Buang Limbah Nuklir
Sebelumnya, air limbah nuklir dari PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) Fukushima dinilai aman oleh para expert IAEA (International Atomic Energy Agency ) & pengawas nuklir PBB (Persatuan Bangsa – Bangsa). Meskipun begitu, tetap saja muncul kekhawatiran tentang keputusan Jepang yang akan membuang air olahan limbah nuklir bersifat radioaktif di Lautan Pasifik. Tindakan Jepang tak dielakkan lagi menimbulkan ketegangan diplomatik dengan negara tetangga yang kontra dengan langkah yang diambil.
Sampai saat ini, musibah Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Daiichi di Fukushima mendapat predikat sebagai musibah nuklir paling parah setelah kejadian musibah nuklir Chernobyl. Diketahui, musibah nuklir negara matahari terbit yang berlokasi di Fukushima disebabkan oleh gempa berkekuatan 9.0 SR yang kala itu menyerang daerah pesisir Jepang.
Gempa hebat berkekuatan 9.0 skala Richter berakibat tsunami dahsyat yang mampu menghancurkan sistem pertahanan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima. Akibat musibah gempa dan tsunami tersebut, 18.000 orang meninggal & 160.000 orang harus dievakuasi. Tiga reaktor nuklir yang berada di PLTN Fukushima meleleh & mengeluarkan radiasi secara masif. Terhitung ada sekitar 40.000 masyarakat Fukushima yang tak bisa pulang ke rumah disebabkan bahaya radiasi.
Sebenarnya, langkah Jepang buang limbah nuklir ke Lautan Pasifik sudah mendapatkan persetujuan dari komisi pengawas nuklir PBB sejak Juli lalu. Tapi, tetap saja langkah kontroversial tersebut menuai kritik, kontra, dan penolakan keras. Meski pengawas nuklir dari PBB telah memberikan penilaian bahwa air olahan limbah nuklir yang nantinya dibuang Jepang aman dan sudah memenuhi standar internasional. Dalam keterangan yang dikeluarkan PBB menyebutkan bahwa dampak radiologis limbah nuklir dapat diabaikan dan aman terhadap kelestarian ekosistem & kelangsungan hidup manusia. Berdasarkan penilaian expert nuklir PBB, air olahan yang bersifat radioaktif dari PLTN Fukushima tidak akan menimbulkan bahaya yang berarti untuk manusia dan juga lingkungan.
Kedepannya, penting diketahui bersama, Jepang mempunyai rencana untuk membuang paling tidak 1 juta metrik ton air olahan yang bersifat radioaktif langsung ke Lautan Pasifik. Pemerintahan kabinet Fumio Kishida beralasan kegiatan pelepasan air limbah PLTN Fukushima dinilai sangat vital sebagai upaya menonaktifkan PLTN Fukushima secara keseluruhan. Meskipun begitu, tetap banyak pihak yang skeptis & tidak percaya akan hasil analisa expert nuklir PBB.
Ekspresi Penolakan Keputusan Jepang Buang Limbah Nuklir
Negara China adalah negara tetangga Jepang yang paling keras menyuarakan penolakan keputusan pembuangan limbah tersebut. China menyebut Jepang sudah melanggar kewajiban hukum dan mengabaikan etika moral internasional. Negara Tirai Bambu juga menilai keputusan Jepang sangat egois & sudah mengabaikan kepentingan serta keberlangsungan umat manusia dalam jangka panjang.
Reaksi keras ini dapat dipahami karena China adalah negara terbesar pembeli hasil kelautan Jepang. Ketika Jepang baru saja mengumumkan rencana pembuangan limbah ke Lautan Pasifik, Negara China langsung mengeluarkan larangan masuknya hasil laut Jepang ke dalam negara tersebut. Lebih lanjut, China juga menyuarakan kekhawatiran mereka pada resiko kontaminasi radioaktif yang ada pada produk – produk olahan laut beserta hasil agrikultur Jepang.
Namun, reaksi berbeda datang dari Korea Selatan sebagai negara tetangga Jepang. Pemerintahan Korea Selatan menyatakan tetap menghormati hasil analisa yang dikeluarkan oleh International Atomic Energy Agency (IAEA) juga akan mendukung langkah yang diambil oleh Jepang. Tapi, keputusan pemerintahan Korea Selatan malah menuai reaksi keras dan perlawanan dari rakyatnya sendiri. Menurut polling, sebanyak 80% rakyat Korsel mengaku khawatir akan dampak pelepasan limbah olahan nuklir.
Penolakan dari Rakyat Jepang
Penolakan keras tidak hanya diekspresikan pihak luar, organisasi pemerhati lingkungan dan persatuan nelayan yang ada di Jepang pun turut menolak keputusan Perdana Menteri Fumio Kishida. Meski, organisasi – organisasi tersebut sudah diberi pengertian oleh pemerintah dan melihat hasil survei yang dilakukan oleh Asahi Shimbun, sebanyak 41% rakyat Jepang juga menolak keras atas keputusan Perdana Menteri.
Referensi : Forbes, Reuters, BBC