Mediasamarinda.com – Kekhawatiran pelaku pasar akan terjadinya resesi ekonomi di Amerika Serikat (AS) terus menggerus sentimen pasar global. Meskipun beberapa analis menilai kekhawatiran ini berlebihan, rasa panik masih mewarnai sesi perdagangan global pada hari kedua pekan ini, khususnya di pasar uang.
Penyebab utama ketidakpastian ini adalah kebijakan pemerintahan Presiden Donald Trump yang menaikkan tarif masuk. Beberapa analis memperkirakan peluang resesi AS pada 2025 meningkat menjadi 35 persen, lebih tinggi dari sebelumnya yang hanya 15 persen. Meskipun demikian, serangkaian kebijakan lainnya dan data ekonomi yang dirilis menunjukkan bahwa perekonomian AS masih cukup kokoh, dan resesi bisa jadi hanya sebuah bayangan belaka.
Namun, ketidakpastian ini terus menekan mata uang utama dunia. Di Asia, pada perdagangan Rabu, 12 Maret 2025, pelaku pasar tampak mengikuti pesimisme yang berkembang di AS. Mata uang Asia, termasuk Baht Thailand, terdepresiasi tajam. Baht tercatat mengalami pelemahan terbesar, turun sekitar 1 persen, sementara sebagian besar mata uang lainnya melemah dalam rentang terbatas.
Rupiah pun tak luput dari tekanan ini. Hingga sore hari, Rupiah tercatat melemah 0,25 persen, berada di kisaran Rp16.440 per Dolar AS, mempertahankan tren pelemahan yang sudah berlangsung lama.
Di sisi domestik, rilis data penjualan ritel Indonesia yang tumbuh 0,5 persen pada Januari 2025 memberikan sedikit harapan, meski tak cukup untuk mendorong penguatan Rupiah. Pelaku pasar kini menunggu rilis data inflasi AS pada malam ini untuk menentukan arah gerak pasar lebih lanjut.