Mediasamarinda – Kota Mastung Provinsi Balochistan di Pakistan kembali dilanda tragedi. Pada Jumat (29/9), sebuah ledakan terjadi saat umat Muslim berkumpul untuk merayakan Maulid Nabi Muhammad, menewaskan setidaknya 52 orang dan melukai 50 lainnya.
Bom Bunuh Diri Di Pakistan, Provinsi Balochistan, Terluka: 52 Tewas, 58 Terluka Saat Maulid Nabi.
Wakil Inspektur Polisi Jenderal Munir Ahmed yang diwawancarai oleh Reuters mengungkapkan, “Pengebom meledakkan dirinya di dekat kendaraan Wakil Inspektur Polisi.” Ledakan tersebut terjadi di dekat masjid di mana ratusan umat Muslim sedang berkumpul untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad.
Adanya perayaan Maulid Nabi di Pakistan menunjukkan kedalaman nilai spiritual bagi masyarakat negara ini. Pakistan, sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim, bahkan menjadikan Maulid Nabi sebagai hari libur nasional.
Namun, di tengah perayaan suci ini, tragedi menimpa. Abdul Rasheed, seorang pejabat kesehatan distrik, menyatakan, “Setidaknya 58 orang terluka akibat teror ini.” Ia juga menambahkan dengan nada prihatin, “Jumlah korban tewas mungkin masih akan terus bertambah karena banyak yang mengalami luka serius dan kritis.”
Provinsi Balochistan, lokasi kejadian, sering menjadi sorotan karena konflik yang berkepanjangan. Daerah ini, yang berlokasi di dekat perbatasan dengan Afghanistan, menjadi sasaran serangan berulang kali karena dihuni oleh berbagai kelompok militan.
Hingga saat ini, belum ada kelompok yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan bom bunuh diri di Pakistan ini. Namun, tragedi tersebut memicu kekhawatiran jelang pemilihan umum yang akan berlangsung pada Januari 2024, terutama mengingat insiden serupa yang terjadi di provinsi barat laut Khyber Pakhtunkhwa pada Juli lalu.
Pakistan, dikenal sebagai salah satu produsen gandum terbesar di dunia, kini harus berhadapan dengan ancaman keamanan yang semakin meningkat, terutama menjelang pemilihan umum.
Bom Bunuh Diri di Pakistan: Analisis Munculnya Serangan dan Pemicunya
Pakistan, negara yang telah berjuang melawan terorisme selama bertahun-tahun, saat ini menghadapi lonjakan serangan bom bunuh diri. Agustus lalu, tragedi bom bunuh diri di Pakistan lebih tepatnya berada di wilayah Bajaur, merenggut nyawa lebih dari 50 jiwa, termasuk anak-anak. Kejadian ini menjadi cerminan bahwa serangan jenis ini semakin lazim terjadi.
Pemimpin dari partai JUI-F, Fazl-ur-Rehman, mengecam aparat keamanan negara melalui unggahannya di Twitter. Menggambarkan situasi tersebut sebagai “kegagalan intelijen”, ia bertanya-tanya tentang kapan aparat akan mendengar suara mereka dan melindungi generasi mendatang.
Kelompok radikal tampaknya menjadi pelaku utama di balik serangan ini. “Negara Islam Khorasan” (ISIS-K) misalnya, telah mengklaim tanggung jawab atas tragedi di Bajaur. Alasannya adalah kecaman terhadap JUI-F yang mereka anggap mendukung pemerintah sekuler dan militer Pakistan. Sementara itu, data dari Institut Studi Konflik dan Keamanan Pakistan mengindikasikan bahwa lebih dari 12 serangan bom bunuh diri tercatat hanya pada paruh pertama tahun 2023.
Tehreek-e-Taliban Pakistan (TTP) juga merupakan aktor utama di balik serangkaian serangan. Menurut Abdul Basit, seorang peneliti senior, TTP dan beberapa kelompok lain, termasuk ISIS-K, telah mengemuka sebagai aktor dominan dalam aksi teror di Pakistan sejak pendiriannya pada Desember 2007.
Akan tetapi, serangan tragis bukanlah fenomena baru di Pakistan. Sebagai contoh, pada 1995, kedutaan Mesir di Islamabad diserang, menewaskan 17 orang. Serangan berturut-turut terjadi, termasuk pembunuhan mantan Perdana Menteri, Benazir Bhutto, pada Desember 2007. Namun, peristiwa kritis yang mendorong gelombang kekerasan baru adalah pengepungan Masjid Merah di Islamabad pada tahun 2007, yang mengakibatkan lebih dari 100 militan tewas. Peristiwa tersebut melahirkan TTP sebagai kelompok militan yang lebih militan.
Meski ada beberapa fase dimana aktivitas teror menurun – terutama setelah peluncuran operasi militer “Zarb-e-Azb” pada 2014 yang menargetkan TTP dan afiliasinya – kemenangan Taliban di Afghanistan pada 2021 telah kembali memicu kebangkitan TTP.
Sebuah Laporan Keamanan dari PBB menyebutkan bahwa TTP berambisi untuk menguasai kembali wilayah Pakistan dengan dukungan Taliban. Namun, mereka masih kekurangan daya tarik yang luas di kalangan rakyat Pakistan.
Dengan meningkatnya serangan militan, tantangan terbesar yang dihadapi Pakistan saat ini adalah bagaimana cara merespons eskalasi signifikan dari ancaman teror yang kini kembali mengganas.