Samarinda, MEDIASAMARINDA.com – Sebagai perasaan duka dan kepedulian terhadap penderitaan yang tengah dirasakan warga Gaza hingga saat ini, perayaan Natal di Yerusalem tidak dimeriahkan oleh sejumlah kegiatan tradisi Natal setiap tahun selain kegiatan ibadah. Sejumlah kegiatan tahunan dibatalkan, dan hanya dibenarkan untuk mengadakan acara makan sederhana dan mengikuti upacara Misa.
Pembatalan Kegiatan Perayaan Natal di Yerusalem Sebagai Bentuk Duka Atas Kesengsaraan dan Penderitaan Warga Gaza
Komitmen untuk tetap tegar menggenggam solidaritas sebagai salah satu saksi atas pembunuhan dan pembantaian secara masif hingga menyengsarakan warga Gaza termasuk merenggut nyawa anak-anak, wanita, dan orang tua tidak berdosa yang masih terus berlangsung hingga saat ini, tengah ditunjukkan oleh para umat Kristiani di Kota Yerusalem.
Terhitung dari bulan lalu, para pemimpin gereja Yerusalem mengumumkan deklarasi bersama untuk tidak mengadakan berbagai kegiatan perayaan Natal yang dinilai tidak begitu diperlukan.
Tidak berhenti sampai disitu, para pemimpin gereja juga menganjurkan kepada para jemaat agar bermurah hati untuk turut memberikan doa, kontribusi, dan tindakan advokasi kepada para penduduk yang menjadi korban dari perseteruan konflik Palestina dan Israel yang hingga kini masih berlangsung di seluruh kawasan Gaza.
Selain kegiatan ibadah, berbagai macam kegiatan yang berhubungan dengan perayaan Natal disebutkan telah dibatalkan. Pembatalan kegiatan Natal tersebut termasuk pada pengadaan pesta Natal, pertemuan Natal, dan pengadaan pasar Natal tahunan yang biasanya diadakan di dekat Gerbang Baru atau New Gate. Sehingga kegiatan Hari Raya Natal hanya diadakan dengan menyantap makanan sederhana dan menggelar Misa.
Uskup Emeritus Gereja Lutheran Munib Younan menjelaskan bahwa masyarakat Kota Yerusalem telah melalui Intifadah pertama dan kedua yang menjadi masa-masa sulit. Intifadah merupakan tindakan perlawanan rakyat Palestina secara kolektif terhadap penindasan yang dilakukan Israel. Akan tetapi, pada waktu itu, kegiatan Natal masih diisi dengan menghias pohon Natal untuk menghadirkan kegembiraan di masa sulit.
Berbeda jauh dengan situasi yang terjadi saat ini, penduduk Kota Yerusalem berduka dengan apa yang dialami oleh penduduk Palestina di Jalur Gaza yang sedang menghadapi bencana kelaparan, kerawanan pangan akut, akses kesehatan yang terbatas hingga kehilangan tempat tinggal.
Oleh karena itu, Uskup Younan menerangkan bahwa adat yang dipegang dalam pemasangan pohon Natal sebagai simbol kegembiraan untuk saat ini tidak bisa dilakukan. Layaknya kondisi kehilangan anggota keluarga yang tidak membenarkan pemasangan pohon Natal. Dengan demikian, Natal difokuskan hanya kepada permohonan doa.
Padahal biasanya, umat Kristiani di Gaza merayakan Natal sebanyak 2 kali yaitu pada 25 Desember dan 7 Januari. Bahkan Hamas merupakan organisasi yang menentang Israel saat ada pelarangan warga Palestina merayakan Natal di Kota Betlehem.
Referensi :
Al Jazeera