Kalimantan Timur, MEDIASAMARINDA.com – Kepala Bidang Hubungan Industrial Disnakertrans Kalimantan Timur, Aris Munandar menekankan pentingnya Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) sebagai sarana yang memberikan perlindungan hukum dan menjaga hak-hak para tenaga kerja di wilayah Pemerintah Kalimantan Timur. Pengadilan ini berperan sebagai lembaga peradilan khusus di bawah Pengadilan Negeri Samarinda.
Peran PHI dalam Menangani Sengketa dan Perselisihan Hubungan Industrial
PHI memiliki peran strategis dalam menangani berbagai sengketa dan perselisihan hubungan industrial yang mungkin muncul antara pekerja dan pengusaha. Fungsi PHI ini mencakup penyelesaian sengketa perburuhan, memberikan keadilan, dan menegakkan aturan hukum yang berkaitan dengan ketenagakerjaan.
Dengan adanya PHI, para pekerja di Kalimantan Timur memiliki saluran hukum yang khusus dan efektif untuk menyelesaikan perselisihan yang mungkin timbul di tempat kerja. Hal ini bertujuan untuk menciptakan iklim kerja yang adil, sehat, dan sesuai dengan peraturan ketenagakerjaan yang berlaku.

(Foto : KaltimToday)
Aris Munandar juga menyoroti pentingnya edukasi dan pemahaman mengenai hak-hak tenaga kerja di kalangan pekerja dan pengusaha. Melalui upaya ini, diharapkan dapat terwujud hubungan industrial yang harmonis dan saling menguntungkan bagi semua pihak yang terlibat.
Dalam konteks pengembangan sumber daya manusia dan perlindungan tenaga kerja, keberadaan PHI menjadi landasan hukum yang penting dalam menegakkan keadilan dan hak-hak para pekerja. Upaya ini sejalan dengan visi untuk menciptakan lingkungan kerja yang kondusif dan berkeadilan di wilayah Kalimantan Timur.
PHI Baiknya Diselesaikan Melalui Proses Bipartite dan Tripartite Terlebih Dahulu
Penting untuk dicatat bahwa Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) memiliki fokus khusus dalam menangani perkara perselisihan hubungan industrial. Perselisihan ini mencakup berbagai jenis kasus, seperti perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan terkait Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dan perselisihan antara serikat pekerja.
Aris Munandar menyoroti bahwa sebelum mengajukan gugatan ke PHI, pihak yang terlibat dalam sengketa harus melalui proses bipartite dan tripartite terlebih dahulu.
“Mediasi dulu, jika tidak ada kesepakatan baru permohonan ke pengadilan dan di sidang, nanti PHI keluarkan putusan jika ada keberatan maka bisa lanjut ke MA,” ujar Aris Munandar.
Proses bipartite melibatkan pihak buruh dan pengusaha untuk mencari solusi secara langsung tanpa melibatkan pihak ketiga. Jika penyelesaian tidak dapat dicapai melalui proses bipartite, maka proses tripartite melibatkan intervensi dari pemerintah atau otoritas ketenagakerjaan setempat.
Langkah-langkah ini menjadi prasyarat sebelum perkara dapat diajukan ke PHI. Pendekatan ini bertujuan untuk memberikan kesempatan penyelesaian secara musyawarah dan menciptakan lingkungan harmonis di tempat kerja. Pada tahap bipartite dan tripartite, pihak-pihak yang terlibat diharapkan dapat mencapai kesepakatan tanpa melibatkan proses hukum lebih lanjut.
Hukum Jadi Langkah Terakhir Proses Penyelesaian Perselisihan
Melalui pendekatan ini sebagai bentuk promosi penyelesaian konflik secara damai dan adil, sekaligus memberikan peluang bagi pihak-pihak yang bersengketa untuk mencapai solusi yang dapat diterima bersama. Ini mencerminkan upaya untuk mengedepankan prinsip musyawarah dan kesepakatan sebelum melibatkan peran peradilan.
Penekanan Aris Munandar terhadap penyelesaian sengketa hubungan industrial melalui jalur non-litigasi sebelum memasuki proses litigasi. Hal ini menunjukkan pendekatan yang bersifat preventif dan mengutamakan penyelesaian konflik secara musyawarah.
Proses non-litigasi yang disebutkan, seperti konsiliasi, arbitrase, dan mediasi, merupakan alternatif untuk menyelesaikan perselisihan tanpa melibatkan proses hukum formal di pengadilan. Konsiliasi mencakup upaya mediasi oleh pihak ketiga yang netral, sementara arbitrase melibatkan pengambilan keputusan oleh pihak ketiga yang disepakati bersama.
Mediasi, di sisi lain, melibatkan mediator yang bertugas membantu para pihak mencapai kesepakatan. Sehingga proses hukum menjadi langkah terakhir dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.
Aris Munandar juga menyoroti kekhususan proses perkara hubungan industrial yang tidak dikenal pada proses perkara perdata konvensional. Hal ini menekankan bahwa penyelesaian perselisihan hubungan industrial membutuhkan pemahaman mendalam tentang konteks dan dinamika hubungan kerja, serta peraturan khusus yang mengatur hubungan industrial.