
Kalimantan Timur, MEDIASAMARINDA.com – Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, Aparatur Sipil Negara (ASN) diharuskan untuk menjaga netralitas. Anggota Komisi I DPRD Kaltim, Jahidin menegaskan bahwa ASN tidak diperbolehkan terlibat dalam politik praktis atau menunjukkan keberpihakan pada Partai Politik (Parpol) manapun menjelang tahun Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang.
Jahidin menekankan bahwa aturan tersebut secara tegas melarang ASN menjadi anggota atau pengurus Partai Politik (Parpol). ASN juga diwajibkan untuk tidak memihak kepada siapapun, sehingga dapat menjaga netralitas dan independensi dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai abdi negara.
Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa pelaksanaan tugas pemerintahan berlangsung dengan adil dan objektif tanpa adanya pengaruh politik yang dapat merugikan integritas dan netralitas ASN.
Jelang Pesta Demokrasi, Jahidin Ingatkan ASN Harus Netral dalam Pemilu 2024
Dalam konteks tersebut, Jahidin memberikan peringatan kepada para Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kalimantan Timur untuk tetap menjaga netralitas mereka sebagai abdi negara. Ia mengungkapkan kekhawatirannya bahwa sebagian ASN mungkin tergoda untuk memihak pada salah satu calon dalam konteks Pemilihan Umum 2024.

“Jika mereka terlibat dalam mendukung salah satu calon, siapa lagi yang bisa memberikan contoh kepada masyarakat? Terutama ASN dengan jabatan penting yang berdampak langsung pada masyarakat, mereka harus tetap netral,” ungkapnya.
Peringatan ini menekankan pentingnya netralitas ASN sebagai landasan integritas dan kepercayaan publik dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan.
Bagi ASN yang Melanggar Akan Ada Sanksi Tegas
Jahidin menegaskan bahwa bagi ASN yang melanggar aturan tersebut, mereka dapat dikenai hukuman disiplin, mulai dari hukuman ringan, sedang, hingga berat. Hukuman disiplin ringan diberlakukan pada Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang tidak menyadari keterlibatan mereka dalam kegiatan yang dapat dianggap sebagai dukungan terhadap salah satu calon kepala daerah.
Dengan menetapkan berbagai tingkatan hukuman disiplin, penerapan aturan ini dimaksudkan untuk memberikan sanksi yang seimbang sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan oleh ASN.
Lebih lanjut, Jahidin menjelaskan bahwa hukuman sedang bagi ASN yang terlibat dalam pelanggaran aturan tersebut dapat berupa penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun, penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun, atau bahkan penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama satu tahun.
Sementara itu, hukuman berat dapat mencakup penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun, pemindahan jabatan setingkat lebih rendah, pemecatan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), atau pemecatan tanpa hormat sebagai PNS.
“Hukuman berat dapat berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun, pemindahan jabatan setingkat lebih rendah, pemecatan dengan hormat sebagai PNS, atau pemecatan tanpa hormat sebagai PNS,” tambahnya.
Langkah-langkah ini bertujuan untuk memberikan sanksi yang lebih serius sebagai respons terhadap pelanggaran yang lebih berat dan sebagai upaya untuk menjaga netralitas dan integritas ASN dalam konteks aktivitas politik.
Jahidin Harap Para ASN Tidak Terlibat dalam Segala Kegiatan Politik
Jahidin memberikan himbauan kepada Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk tetap netral dan tidak terlibat dalam kegiatan politik. Ini terutama bertujuan untuk menjaga dan melindungi masyarakat.
“Netralitas ASN adalah prasyarat penting dalam memastikan integritas dan keadilan dalam proses pemilihan umum,” tegasnya.
Himbauan ini mencerminkan peran kunci ASN dalam memberikan pelayanan yang adil dan objektif kepada masyarakat, tanpa adanya pengaruh politik yang dapat merugikan proses demokrasi. Dengan menjaga netralitas, ASN dapat memainkan peran yang efektif dalam mendukung penyelenggaraan pemilihan umum yang bebas, jujur, dan transparan.
Jahidin juga menegaskan bahwa kelompok partai politik, termasuk keluarganya, harus bersikap netral, terkecuali bagi yang sudah memasuki masa pensiun.
Ia menekankan bahwa selama masih aktif menjabat, anggota kelompok tersebut dilarang keras terlibat dalam kegiatan politik, karena aturan yang berlaku memberikan sanksi, bahkan sanksi pidana, jika terbukti melanggar.
“Selama masih aktif menjabat, mereka dilarang keras, karena ada sanksi yang berlaku, bahkan sanksi pidana jika terbukti melanggar aturan,” tutupnya.
(ADV/DPRDPROVKALTIM/RH)