Samarinda, MediaSamarinda.com – BPBD Kaltim atau Badan Penanggulangan Bencana Daerah telah mengambil langkah untuk mengurangi Indeks Resiko Bencana (IRB) dan meningkatkan Indeks Ketahanan Daerah guna melindungi keselamatan warga Kaltim.
Menilik Risiko Bencana Kaltim, Mengapa Angka 140 IRBI Jadi Perhatian?
Berdasarkan informasi dari data Indeks Rawan Bencana Indonesia (IRBI), Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) memiliki tingkat risiko bencana yang cukup tinggi, mencapai sekitar angka 140. Angka ini mencerminkan sejarah bencana yang berdampak signifikan di wilayah Indonesia.
Tresna Rosano, Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kaltim, bersama Ivan Ramadhany dari Bagian Perencanaan Mitigasi dan Adaptasi, menekankan pentingnya IRBI sebagai alat bantu bagi pemerintah daerah dalam menghadapi ancaman bencana.
Ivan menegaskan bahwa BPBD Kaltim saat ini sedang berfokus pada peningkatan Indeks Ketahanan Daerah (IKD). IKD dikenal sebagai indikator yang mengukur sejauh mana suatu wilayah mampu menghadapi serta menanggulangi dampak bencana.
“Ke depannya, 2024 akan diubah, indeks kinerja utama BPBD Kaltim lebih kepada IKD untuk menekan IRBI,” ungkap Ivan.
Menyosialisasikan Program Pencegahan BPBD
IKD melibatkan 70 indikator yang mencakup aspek sosial, ekonomi, lingkungan, infrastruktur, dan kelembagaan. Kolaborasi dari semua pihak yang terlibat, termasuk pemangku kepentingan dan media, menjadi kunci untuk meningkatkan IKD.
Ivan menekankan peran media dalam mensosialisasikan informasi terkait pentingnya mitigasi bencana dan program-program BPBD kepada masyarakat. Menurutnya, media harus aktif dalam menyadarkan masyarakat akan risiko bencana serta mengedukasi akan langkah-langkah pencegahan yang diperlukan.
“Apa yang harus media lakukan adalah tentunya turut menyosialisasikan, memberikan informasi kepada masyarakat akan pentingnya bencana, mitigasi pencegahan termasuk program apa yang ada di BPBD,” kata Ivan.
Ivan mengakui bahwa sosialisasi kepada masyarakat menjadi fokus penting. Kesadaran masyarakat akan bencana dan ketaatan pada peraturan pemerintah daerah dianggap sangat krusial. Tanpa partisipasi aktif masyarakat, IKD tidak akan mencapai tingkat yang diharapkan.
“Misal tidak membangun tempat tinggal di daerah rawan bencana, tidak menempati daerah rawan longsor, dan lain-lain. Kalau tidak dilakukan bersama-sama tentunya IKD tidak bisa tinggi karena di IKD terdapat 70 indikator,” paparnya.
Namun, pemindahan masyarakat dari daerah rawan bencana bukanlah perkara yang mudah. Meskipun terdapat mekanisme yang jelas dan adil, seperti pemberian asuransi dan kompensasi, hal ini masih menjadi tantangan tersendiri.
“Misalkan kita mau pindahkan ya dengan diasuransikan,” tutupnya.
Kolaborasi BPBD Kaltim dan Stakeholder Lokal
Dalam upaya peningkatan Indeks Ketahanan Daerah, BPBD Kaltim memahami bahwa langkah preventif dan kolaborasi antarstakeholder merupakan kunci utama. Harapannya, melalui langkah-langkah ini, dampak bencana dapat diminimalisir, sehingga keselamatan dan kesejahteraan warga Kaltim dapat terjaga.
Dalam konteks ini, pendekatan berkelanjutan menjadi fokus utama. BPBD Kaltim berkomitmen untuk terus melakukan pemantauan, evaluasi, dan penyesuaian strategi guna meningkatkan kinerja dalam mengurangi risiko bencana serta meningkatkan ketahanan daerah.
Tresna Rosano menegaskan, pihaknya berusaha untuk membangun komunitas yang tangguh dan mampu bertahan di tengah ancaman bencana. Ini bukan hanya tugas BPBD, tetapi juga tanggung jawab bersama bagi semua pihak, termasuk masyarakat, dalam menciptakan lingkungan yang aman dan berdaya tahan.
Dalam menghadapi perubahan iklim global dan berbagai ancaman bencana, BPBD Kaltim terus melakukan peningkatan kapasitas serta pendekatan yang inklusif untuk mewujudkan ketahanan daerah yang berkelanjutan.
(ADV/HSP/BPBDKALTIM)