
Samarinda, MediaSamarinda.com, Komisi II DPRD Provinsi Kalimantan Timur menilai banyak pelaku UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) di Benua Etam yang memiliki peluang ekspor untuk melakukan analisis SWOT terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk menghindari berbagai kendala yang mungkin dihadapi.
Pelaku Usaha Dihimbau Untuk Menyampaikan Kendala Dalam Bisnisnya

Ketua Komisi II DPRD Kaltim Nidya Listiono, mengatakan jika pelaku usaha mengalami kendala, maka perlu adanya analisis kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunities) dan ancaman (threats) atau SWOT.
Tio menjelaskan, bahwa ada baiknya pelaku UMKM menyampaikan apa yang menjadi kendala dalam bisnisnya. Kemudian, menjalin komunikasi dengan pemangku kepentingan terkait.
“Seperti ke Disperindagkop Kaltim. Silahkan sampaikan, kemudian dikoneksikan ke DPRD Kaltim. Nanti kami akan bantu apa yang jadi kendalanya” tutur Tio sapaan akrabnya.
Apalagi, kata Tio, untuk calon eksportir biasanya harus memenuhi beberapa persyaratan dan aturan sebelum melakukan ekspor ke negara tujuan tertentu.
“Yaitu salah satunya sertifikasi internasional yang diakui di negara tujuan” ujar legislator dari dapil Kota Samarinda itu.
Selanjutnya, jika memang perlu biaya untuk memiliki sertifikasi tersebut, maka perlu ada komunikasi lebih lanjut antara pemerintah dan pelaku UMKM sendiri.
“Memang ada biaya, tapi spesifikasinya berapa kami masih belum tahu. Jadi mahalnya yang gimana, sulitnya gimana. Itu bias disampaikan juga lewat kami. Nanti dibantu cari jalan keluarnya” lanjut Tio.
Dirinya menilai, adanya komunikasi ini penting untuk dilakukan. Sebab, pihaknya juga mendukung penuh agar bisa mewujudkan tumbuh kembang ekonomi, khususnya ekonomi kerakyatan yang bisa sampai ke luar negeri.
“Tujuannya kan harga bisa bagus, prosesnya murah, tidak ribet. Sehingga produk kita bias laku dan bersaing di pasaran” jelas Tio.
Terakhir, Tio juga mengingatkan para pelaku usaha agar bisa memproduksi barang yang berkualitas. Hal ini menjadi sangat penting.
“Makannya kita meminta kepada pengusaha lokal dan UMKM untuk bisa membuat barang yang bagus dan punya nilai kompetitif” tandasnya.
Sebab, menurutnya jika ada barang murah tapi tidak berkualitas juga tak akan bertahan lama. Beda halnya jika ada barang yang harganya mahal tapi dibarengi dengan kualitas yang sangat bagus.
Perkembangan UMKM di Indonesia
Menurut Undang – undang Nomor 20 Tahun 2008, UMKM atau Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah usaha produktif milik orang – perorangan dan / atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam perundang – undangan.
UMKM yang ada di Indonesia, sebagian besar merupakan kegiatan usaha rumah tangga yang dapat menyerap banyak tenaga kerja. Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan UKM, di Indonesia pada tahun 2019, terdapat 65,4 juta UMKM.
Dengan jumlah unit usaha yang sampai 56,4 juta dapat menyerap tenaga kerja 123,3 ribu tenaga kerja. Hal ini membuktikan bahwa dampak dan kontribusi dari UMKM yang sangat besar terhadap pengurangan tingkat pengangguran di Indonesia. Dengan semakin banyaknya keterlibatan tenaga kerja pada UMKM itu akan membantu mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia.
Lantas badan usaha seperti apa yang bisa disebut sebagai UMKM atau termasuk ke dalam kategori UMKM, berikut penjelasannya
- Usaha Mikro, dimana usaha yang aset bersihnya kira – kira Rp.50 juta perbulan dengan jenis kekayaan berupa bangunan atau perusahaan yang menjadi tempat usaha tidak masuk ke dalam kalkulasi. Contohnya warung kelontong, warung nasi, peternak lele, tukang cukur dan usaha – usaha sejenis lainnya.
- Usaha Kecil, usaha yang dikelola personel tapi tidak tergolong badan usaha. Biasanya memiliki kekayaan bersih di bawah Rp. 300 Juta per bulan. Usaha ini biasanya juga tidak memiliki sistem pembukuan, kesulitan untuk memperbesar skala usaha dan masih memiliki modal terbatas. Contohnya adalah industri kecil, koperasi, minimarket, toserba dan lainnya.
- Usaha Menengah, usaha yang memiliki laba bersih atau kekayaan aset perusahaan mencapai Rp.500 juta per bulannya. Akan tetapi, kriteria usaha lain seperti tanah dan bangunan sebagai tempat usaha tidak dimasukkan ke dalam kalkulasi. Biasanya manajemennya lebih modern dan melakukan sistem administrasi keuangan dan badan usahanya telah memiliki NPWP serta legalitas lainnya. Contoh dari usaha ini adalah usaha perkebunan, ekspor impor dan lain sebagainya.
Saat ini, UMKM sedang tren yang positif dengan jumlahnya yang terus bertambah setiap tahunnya. Tren positif ini akan berdampak baik bagi perekonomian Indonesia.
Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan UKM, kontribusi UMKM terhadap PDB Nasional sebesar 60.5%. Hal ini menunjukkan bahwa UMKM yang ada di Indonesia sangat potensial untuk dikembangkan hingga dapat berkontribusi lebih besar lagi bagi perekonomian.
(ADV/DPRDPROVKALTIM/RH)