
Samarinda – Kurangnya infrastruktur, khususnya jalan yang memadai, menjadi salah satu tantangan utama dalam upaya meningkatkan fasilitas dan sarana prasarana sekolah di wilayah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T) di Kalimantan Timur (Kaltim).
Rusman Ya’qub, anggota Komisi IV DPRD Provinsi Kaltim, menegaskan bahwa ini masih menjadi tantangan bagi pemerintah provinsi untuk menyediakan fasilitas pendidikan yang memadai di wilayah 3T tersebut.
Ia menjelaskan bahwa saat berencana mendirikan sekolah untuk unit pendidikan khusus di daerah 3T, tidak selalu perlu mengikuti standar aturan secara umum.

“Sebab kalau memenuhi standar yang normal, misalnya jumlah siswa yang tercukupi atau tidak untuk dibentuk (sekolah) di situ. Ya enggak akan maju-maju,” kata Rusman sapaan akrabnya.
Karenanya, menurutnya, pembangunan sekolah di daerah 3T memang memerlukan kebijakan yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
“Apalagi jika daerah 3T yang dimaksud berada di daerah perbatasan dan terluar, maka ada kepentingan nasionalisme kita di situ,” tegasnya.
Dia menegaskan agar dihindari situasi di mana anak-anak yang tinggal di daerah perbatasan harus membayar mahal untuk bersekolah di negara lain yang dekat dengan wilayah perbatasan.
“Misalnya ada anak dari daerah perbatasan justru sekolah nya di negara lain yang dekat dengan rumah mereka. Jadi kita harus memperhatikan hal itu,” kata Rusman.
Menurut Rusman, pembangunan sekolah memiliki strategi tersendiri. Biasanya, ketika merencanakan pendirian SMP, perlu mempertimbangkan jumlah potensi lulusan yang akan dihasilkan. Namun, dalam konteks daerah 3T, tidak mungkin menggunakan pendekatan tersebut.
“Ada kepentingan bangsa yang lebih besar di situ. Makanya kadang-kadang bisa saja ada sekolah di situ (daerah 3T) tapi siswanya lebih sedikit,” sambung Rusman.
Rusman menegaskan bahwa standar-standar pembangunan sekolah yang umumnya mempertimbangkan jumlah lulusan murid di suatu daerah perlu diabaikan, karena tidak dapat diterapkan dengan setara di daerah 3T.
(ADV/DPRDPROVKALTIM/RH)