Kutai Kartanegara, MEDIASAMARINDA.com – Akibat tambang ilegal Kaltim, terjadi aksi demonstrasi yang melibatkan warga dari RT 01 di Desa Teluk Dalam, Tenggarong Seberang. Demonstrasi ini merupakan respons atas aktivitas pertambangan ilegal yang telah berdampak negatif pada kehidupan mereka.
Aksi demonstrasi ini melibatkan warga setempat, sejumlah mahasiswa, dan perwakilan dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam). Para demonstran mengekspresikan ketidakpuasan mereka terhadap keberlanjutan pertambangan ilegal yang telah merugikan mereka secara signifikan.
Mereka menyoroti masalah utama, yaitu ketiadaan perlindungan yang memadai di lokasi tambang ilegal ini. Salah satu hal yang menjadi perhatian utama adalah jarak yang sangat dekat antara lokasi pertambangan ilegal dengan pemukiman warga RT 01 di Desa Teluk Dalam.
Hal ini membuat warga merasa terancam dan merasakan dampak negatif yang signifikan akibat aktivitas pertambangan ilegal ini.
Nasikin: Tiga Tuntutan Ini Harus Segera Dikabulkan!
Aksi demo ini dimulai dengan orasi yang disampaikan oleh para demonstran dilakukan tepat di depan portal masuk area pertambangan ilegal. Dalam orasinya, Nasikin yang merupakan perwakilan warga RT 01 Desa Teluk Dalam, Tenggarong Seberang, menyampaikan tiga tuntutan penting yang harus segera dipenuhi, yaitu.
1. Menghentikan Pertambangan Ilegal
Tuntutan pertama adalah menghentikan semua aktivitas pertambangan ilegal di wilayah tersebut. Para demonstran sangat prihatin dengan dampak negatif yang ditimbulkan oleh pertambangan ilegal dan menekankan pentingnya menghentikan praktik ini segera.
2. Menghentikan Penumpukan Batu Bara
Tuntutan kedua adalah menghentikan penumpukan batu bara di tengah-tengah masyarakat yang berada di tengah kota. Aktivitas penumpukan ini dianggap mengganggu dan merugikan warga setempat.
3. Mengatur Lalu Lintas Pertambangan
Tuntutan ketiga adalah agar aktivitas lalu lintas di sekitar lokasi pertambangan harus diatur melalui jalur khusus pertambangan. Hal ini diharapkan dapat mengurangi gangguan dan risiko terhadap aktivitas lalu lintas penduduk yang tinggal di sekitar lokasi tambang.
Setelah menyampaikan orasi mereka, para demonstran memutuskan untuk menerobos portal menuju lokasi pertambangan ilegal. Di lokasi pertambangan tersebut, mereka menemukan tanah hasil galian serta dua unit excavator yang digunakan dalam kegiatan pertambangan ilegal.
UU Pertambangan Ilegal Batu Bara atau PETI
Penambangan Tanpa Izin (PETI) merupakan kegiatan penambangan mineral atau batubara yang dilakukan oleh individu, masyarakat, atau perusahaan tanpa memiliki izin resmi dari pemerintah. PETI biasanya tidak mematuhi prinsip-prinsip pertambangan yang baik, dan seringkali memiliki dampak negatif yang signifikan pada lingkungan, ekonomi, dan sosial.
Dari segi regulasi, PETI melanggar hukum pertambangan di banyak negara, termasuk Indonesia. Di Indonesia, UU Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara mengatur sanksi bagi pelaku PETI.
Pasal-pasal dalam undang-undang tersebut menyatakan bahwa orang yang melakukan penambangan tanpa izin dapat dipidana dengan hukuman penjara maksimal 5 tahun dan denda hingga Rp100.000.000.000.
Selain itu, orang yang memiliki izin eksplorasi (IUP) tetapi melakukan operasi produksi juga dapat dikenai sanksi pidana. Pasal lain juga mengatur sanksi pidana bagi mereka yang menampung, memanfaatkan, dan/atau memperdagangkan mineral atau batubara yang tidak berasal dari pemegang izin yang sah.
Keluh Kesah Warga Setempat Terkait Tambang Ilegal Kaltim di Desa Teluk Dalam
Selain itu, Nasikin juga menekankan dampak negatif lain yang dirasakan oleh warga sekitar. Salah satunya adalah kesulitan bernafas akibat polusi udara yang ditimbulkan oleh aktivitas pertambangan ilegal.
Hal ini menjadi salah satu alasan kuat mengapa warga merasa perlu untuk menghentikan praktik tambang ilegal Kaltim ini secepatnya. Polusi udara yang disebabkan oleh pertambangan ilegal dapat mengancam kesehatan dan kenyamanan hidup warga setempat.
“Debunya itu rasanya lengket di tenggorokan, rasanya sesak susah bernafas. Tetangga saya ada yang mengungsikan diri untuk mengamankan kesehatan. Warga selalu mengeluh semenjak ada tambang ini,” ungkapnya.
Dampak aktivitas pertambangan ilegal di Desa Teluk Dalam sangat nyata dirasakan oleh warga sekitar. Yusuf juga mengungkapkan bahwa rumahnya sering bergetar akibat aktivitas pertambangan ilegal ini. Hal ini telah mengakibatkan keretakan pada rumahnya dan bangunan lain yang dimilikinya.
Mareta Sari seorang perwakilan dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, juga menyoroti masalah ini. Dia menekankan bahwa keberadaan tambang ilegal di Desa Teluk Dalam harus segera diakhiri. Aktivitas tambang ilegal ini telah berlangsung selama satu bulan lamanya dan telah merugikan serta mengganggu kenyamanan warga sekitar.
Mareta Sari juga menyoroti bahwa respon dari pemerintah dalam menegakkan hukum terhadap pertambangan ilegal di Desa Teluk Dalam dinilai lamban. Oleh karena itu, ia menekankan bahwa masyarakat harus turut mendesak pemerintah untuk bertindak lebih tegas dan segera mengatasi masalah ini.
“Penegakan terasa sangat lamban dan terkesan tidak ada, meski ada tapi lama dan harus didesak masyarakat dulu. Warga sudah lapor ke polisi, jadi kita kawal bersama-sama dan tunggu respon kepolisian,” tutup Mareta.
Respons cepat dan efektif dari pihak berwenang sangat penting untuk melindungi hak-hak dan kesejahteraan warga serta untuk mengakhiri aktivitas pertambangan ilegal yang merugikan. (Mii)