Samarinda, MEDIASAMARINDA.com – Sebagai salah satu daerah bebas malaria di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mahakam Ulu (Mahulu) menerima Sertifikat Eliminasi Malaria dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (RI). Penghargaan tersebut diberikan pada Kamis, 15 Juni 2023 lalu di Peringatan Hari Malaria Sedunia (HMS), di Kec. Sepaku, Kab. Penajam Paser Utara, Provinsi Kaltim yang merupakan titik nol Ibukota Nusantara.
Sudah Bebas Malaria Dengan Nol Kasus, Antisipasi Tetap Dilakukan
Kepala Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DKP2KB) Provinsi Kaltim, yaitu dr. Petrolena Tugan menyebutkan bahwa kasus malaria yang terdapat di Kabupaten Mahulu untuk sementara ini memang memperlihatkan angka 0 atau tidak ada kasus penyakit malaria sehingga bisa dikatakan Kabupaten Mahulu telah menjadi daerah bebas malaria.
Namun fakta tersebut tidak semestinya membuat masyarakat Kabupaten Mahulu lengah karena peluang untuk dapat terjangkit masih memungkinkan mengingat daerah sekitar Kabupaten Mahulu masih terdapat kasus malaria. Karenanya, diperlukan antisipasi secara konsisten dan berkesinambungan untuk terus menjaga kebersihan lingkungan salah satunya meminimalisir genangan air dan barang bekas yang mampu mendukung perkembang biakan nyamuk.
“Yang di kawasan hutan itu kasus malaria dan kita sudah eliminasi malaria sudah bebas nol kasus, berbeda dengan kalau ada kasus import itu dari luar, kita sudah mendapatkan penghargaan untuk itu Juli lalu,” ucap Petrolena.
Pada acara Peringatan Hari Malaria Sedunia (HMS), Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Dr dr Maxi Rein Rondonuwu telah menegaskan bahwa berdasarkan Sustainable Development Goals (SDGs), sebagai komitmen global dimana semua pihak patut mencanangkan komitmen dalam tercapainya Indonesia bebas malaria dan menjangkau target percepatan eliminasi malaria tahun 2030.
Eliminasi malaria merupakan salah satu ikhtiar untuk memutuskan rantai penularan jangkitan penyakit malaria pada suatu daerah setempat dalam wilayah geografis tertentu.
Eliminasi malaria sendiri dijalankan secara tahap per tahap, bermula dari wilayah kabupaten/kota hingga wilayah provinsi serta dari pulau ke pulau lain sampai pada semua wilayah Indonesia memenuhi persyaratan eliminasi malaria.
Kenali dan Upayakan Tindakan Pencegahan Penyakit Malaria
Dilansir dalam portal resmi Kementerian Kesehatan Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan, malaria merupakan salah satu penyakit infeksi parasit yang ditularkan akibat gigitan nyamuk Anopheles betina. Parasit tersebut kemudian akan mengendap dalam organ hati kemudian menyebar ke dalam sel darah merah manusia.
Berbeda dengan infeksi Demam Berdarah Dengue (DBD) yang disebabkan oleh virus Dengue karena gigitan nyamuk Aedes Aegypti, penyakit malaria sendiri merupakan penyakit infeksi parasit. Perbedaan signifikan terdapat pada jenis nyamuk yang menyebarkan virus ataupun parasit tersebut.
Penyakit ini sama-sama dapat tertular melalui nyamuk yang menggigit antar manusia, bukan kontak fisik penderita yang terjangkit malaria dengan orang lain. Namun, penularan masih bisa terjadi karena adanya transfusi darah, jarum suntik yang digunakan bersama, dan ibu penderita malaria yang melahirkan akan menjangkit pada bayinya.
Gejala malaria akan mulai muncul dan dirasakan pada hari ke-7 setelah digigit nyamuk atau paling lama gejala akan dirasakan selama 10 hari sampai dengan 4 minggu. Umumnya, penderita malaria akan merasakan gejala seperti demam tinggi hingga menggigil, berkeringat, mudah lelah, mual hingga muntah, sakit kepala, nyeri otot hingga mengalami diare.
Pencegahan penyakit malaria seperti menghentikan perkembang biakan nyamuk khususnya nyamuk Anopheles adalah dengan menjaga lingkungan sekitar rumah (luar dan dalam) senantiasa bersih dan steril, hindari adanya genangan air, upayakan wadah penampung air tertutup atau dibubuhi obat anti jentik nyamuk, serta hindari diri dari gigitan nyamuk.
Kementerian Kesehatan RI dan WHO menyarankan pemberian artemisinin-based combination therapies (ACT) pada penderita malaria. Dimana pemberian obat ini paling tidak dilakukan selama 3 hari untuk penderita usia dewasa maupun pada usia anak-anak. Sementara untuk pemberian pil kina dikombinasikan dengan clindamycin, diberikan kepada penderita ibu hamil trimester pertama selama 7 hari.
(ADV DINKES KALTIM.//AG)
Referensi : Kaltimprov, Kemenkes.