
SAMARINDA, MEDIASAMARINDA.com – Pemanfaatan lubang bekas tambang di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) masih mengalami kendala. Salah satunya, permintaan masyarakat untuk mengelola sendiri void yang ditinggalkan perusahaan guna memenuhi kebutuhan pribadi. Padahal, pengelolaan void tersebut sudah semestinya dilakukan menggunakan langkah reklamasi khusunya oleh pihak perusahaan maupun pemerintah.
Perusahaan Wajib Lakukan Reklamasi

Reklamasi dapat diartikan sebagai proses penimbunan tanah, sungai, maupun laut guna membentuk daratan baru. Kegiatan ini pun menyebabkan perubahan terhadap garis pantai maupun kontur kedalaman di wilayah perairan. Hasilnya, biasa disebut sebagai tanah reklamasi maupun tanah timbunan.
Merujuk pada pengertian tersebut, reklamasi lubang bekas tambang pun dapat didefinisikan sebagai kegiatan menata, memulihkan, dan memperbaiki ekosistem lingkungan setelah digunakan untuk aktivitas pertambangan. Kegiatan ini bertujuan untuk mengembalikan fungsi tanah yang semestinya.
Muhammad Udin selaku anggota DPRD Kaltim mewajibkan kegiatan reklamasi bagi seluruh perusahaan dan pihak yang terlibat dalam aktivitas pertambangan. Pada kesempatan tersebut, Udin juga membahas terkait permintaan masyarakat untuk mengelola sendiri void bekas perusahaan guna dijadikan pariwisata maupun aktivitas perikanan.
“Reklamasi itu kewajiban, seluruh aktivitas tambang itu wajib melaksanakan kegiatan reklamasi. Tapi ada juga kasusnya, masyarakat meminta untuk memanfaatkan void yang tertinggal untuk kepentingan mereka, misalnya untuk perikanan atau pariwisata,” katanya.
Udin menerangkan, bahwa pemanfaatan lubang bekas tambang harus dilakukan dengan tepat guna meminimalisir dampak buruk seperti kematian. Contoh ini diambil berdasarkan salah satu kasus yang terjadi di Kutai Kartanegara (Kukar). Akibat kelalaian pengelolaan void yang ditinggalkan tanpa izin, sebuah perahu pun terbalik karena keberadaan void sehingga menyebabkan korban jiwa.
“Kalau ditinggal, nanti bermasalah di belakang. Saya dengar-dengar ya, infonya sih belum ada, tapi kami dengar-dengar. Kami minta dinas terkait untuk menyelidiki hal tersebut,” ungkapnya.
Dalam hal ini, Udin menjelaskan terkait void yang dimaksud. Utamanya, mengenai lubang bekas tambang yang tidak bisa ditimbun menggunakan material. Sehingga, memerlukan strategi khusus dalam menghadapi persoalan tersebut.
Menurut Udin, perusahaan di lingkup petambangan biasanya telah membuat rancangan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Rencana Pemantauan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (MPLH) terkait jumlah void yang akan ditinggalkan. Rancangan itu pun seringkali sudah disetujui dan disahkan oleh pemerintah dan pihak yang terlibat.
Sehingga, jika masyarakat hendak mengelola sendiri void yang ada maka harus mengusulkan perizinan ulang sesuai alur yang telah ditentukan. Sehingga, kegiatan tersebut dapat dipertanggungjawabkan dantidak menimbulkal resiko di masa mendatang.
“Kalau memang ada permintaan masyarakat untuk memanfaatkan void, harus ada proses pengajuan ulang ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan ada kesepakatan dengan masyarakat,” jelas Udin.
Antisipasi Pemanfaatan Lubang Bekas Tambang
Anggota DPRD Kaltim, Muhammad Udin mengingatkan agar pemanfaatan void dapat dilakukan dengan hati-hati agar tidak menjadi buah simalakama alias berdampak buruk bagi lingkungan maupun operasional. Untuk itu, pemanfaatan tersebut dapat dilakukan dengan menimbang kebutuhan maupun aktivitas masyarakat.
“Makanya Void yang tertinggal harus benar-benar difungsikan sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat sekitar,” ucapnya.
Membahas tentang pemanfaatan void yang tepat, Udin memberikan sejumlah contoh yang terjadi di Provinsi Kaltim. Pertama, di Kota Bontang yang mana lubang bekas tambang berhasil dialih fungsikan sebagai sumber mata air. Keberhasilan ini pun tidak terlepas dari keterlibatan dua universitas dalam melangsungkan penelitian.
“Void tersebut sudah melalui penelitian dan kajian yang melibatkan Universitas Mulawarman dan Institut Teknologi Bandung (ITB),” ujarnya.
Lebih lanjut, Udin memberikan saran kepada masyarakat yang ingin mengelola sendiri void-void yang tersedia dengan mengurus perizinan terlebih dulu. Sehingga, aktivitasnya dapat dipertangungjawabkan di depan hukum.
“Kalau memang menjadi void yang tertinggal untuk pariwisata, ya diajukan izinnya sampai pemerintah daerah. Jadi, ada pengelolaannya, ada yang mempertanggungjawabkan, ada legal standing-nya,” tegasnya.
(ADV/DPRDPROVKALTIM/RH)