SAMARINDA, MEDIASAMARINDA.com – Aris Munandar menjelaskan mengenai prosedural penyelesaian perselisihan industri. Memang dikonfirmasi, bahwa ada empat tahap proses penyelesaian konflik di lingkup industrial. Namun, Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, Disnakertrans Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) itu mengharapkan agar gugatan yang ada dapat berakhir di tahap mediasi saja, sebab proses pengadilan cenderung akan memakan waktu yang lama.
4 Tahapan Penyelesaian Perselisihan Industri
Belum lama ini, Aris Munandar selaku Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Kalimantan Timur terlihat menanggapi proses penyelesaian perselisihan industri yang memuat 4 (empat) tahapan.
Pertama, perundingan bipartit yang mana dapat diartikan sebagai proses mediasi antara pengusaha dengan pihak pekerja, buruh, ataupun serikat pekerja. Kedua, perundingan tripartis, yang mana diartikan sebagai proses mediasi dengan melibatkan mediator, konsiliator atau arbiter. Perundingan ini juga menjadi tanda gagalnya perundingan yang pertama, yakni perundingan bipartit.
Ketiga, pengajuan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Pengadilan ini dikatakan berada di dalam Pengadilan Negeri yang berwenang untuk memeriksa, mengadili dan memberi putusan mengenai konflik industrial yang terjadi.
Berdasarkan Undang-Undang Pasal 81 No.2 Tahun 2004, Pengadilan Hubungan Industrial memiliki kewenangan untuk melakukan tugasnya dalam penyelesaian perselisihan industri apabila pekerja maupun buruh berada di daerah kewenangannya.
Sementara tahapan yang terakhir, yakni baik pengusaha, pekerja, serikat pekerja, maupun buruh dapat mengajukan gugatannya ke tingkatan Mahkamah Agung (MA). Dengan serangkaian proses tersebut, maka kedua belah pihak diwajibkan untuk menaati keputusan yang telah ditetapkan oleh pihak pengadilan maupun unsur terkait di masing-masing tahapan prosedural.
Penyelesaian Konflik Industri Sebaiknya Sampai di Tahap Mediasi
Aris Munandar selaku Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Kalimantan Timur menanggapi tahapan-tahapan yang disediakan dalam menyelesaikan konflik di lingkungan industri.
Sebelumnya dijelaskan, bahwa prosedur penyelesaian perselisihan industri dapat digolongkan menjadi 4 (empat) tahapan. Diantaranya, perundingan bipartit, perundingan tripartis, Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) hingga pengaduan ke Mahkamah Agung (MA).
Meskipun demikian, Aris Munandar menegaskan bahwa pihaknya hanya memiliki wewenang untuk memberikan anjuran-anjuran yang wajib diikuti oleh pengusaha, pekerja, serikat pekerja, maupun buruh. Artinya, Disnakertrans Provinsi Kalimantan Timur memang bertanggung jawab untuk menyelesaikan konflik industrial, namun tanggung jawabnya terbatas hingga di tahap mediasi saja.
Oleh karena itu, apabila pelapor maupun yang dilaporkan kurang puas dengan anjuran yang diberikan maka keduanya berhak meneruskan gugatannya ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Sehingga, proses penyelesaian perselisihan industri dapat sepenuhnya diatasi oleh pihak berwajib.
Meskipun demikian, Aris Munandar kembali menandaskan bahwa setelah itu, Disnakertrans tidak memiliki wewenang untuk membantu proses peradilan sebab keseluruhannya telah resmi menjadi wewenang Pengadilan Negeri, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial.
Dijelaskan olehnya, bahwa Pengadilan Hubungan Industrial memiliki hakim ad-hoc. Selain itu, ada pula hakim karir yang biasanya diambil dari jajaran serikat pekerja dan pengusaha. Kemudian dalam praktiknya, keduanya akan menjalani serangkaian proses persidangan dan wajib mematuhi keputusan yang diberikan oleh pihak pengadilan.
“Jadi jika telah mencapai putusan ya wajib dijalankan oleh kedua belah pihak,” terangnya.
Namun apabila terjadi kesepakatan yang kurang disetujui, maka konflik industrial yang terjadi dapat kembali dicatat dan diserahkan ke Mahkamah Agung (MA). Artinya, proses gugatan ke MA menjadi langkah terakhir apabila pengusaha atau pekerja hendak melakukan banding.
Meskipun demikian, Aris Munandar menghimbau agar penyelesaian perselisihan industri dapat dilakukan hingga di tahap mediasi saja. Sebab ia menyebut, bahwa proses pengadilan akan berjalan lebih panjang apabila terus mengajukan banding.
“Jadi semua perselisihan dapat terus dinaikkan hingga ke Mahkamah Agung, tapi kami tetap berharap setiap perusahaan yang dibina hanya sampai tahapan mediasi telah selesai karena prosesnya akan panjang jika terus banding,” pungkasnya. (ADV/DISNAKERTRANS/NWL)