Kutai Timur, MEDIASAMARINDA.com – Sudah dipastikan Perusahaan Bongkar Muat akan merasa cemas dan khawatir dengan putusan yang diambil Dishub Provinsi Kalimantan Timur. Pasalnya, dalam penyelenggaraan rapat evaluasi bersama para pelaku usaha di wilayah Kabupaten Kutai Timur, ditetapkan bahwa para pelaku usaha yang terbukti tidak aktif dalam 6 bulan terakhir, maka akan diberikan sanksi.
Rapat Bersama Perusahaan Bongkar Muat
Pada beberapa waktu lalu, Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Kalimantan Timur memiliki kesempatan untuk menyelesaikan suatu acara Rapat Evaluasi dan Koordinasi Kegiatan Usaha Jasa Terkait Angkutan di Perairan pada Wilayah Kabupaten Kutai Timur.
Kegiatan rapat yang penting bagi kelangsungan para pelaku usaha di wilayah perairan Kabupaten Kutai Timur tersebut diadakan di sebuah hotel berbintang 4 ternama, yaitu Hotel Royal Victoria Sangatta, yang berlokasi di Jln A. Wahab Syahrani, No. 1, RT. 04, Kel. Teluk Lingga, Kec. Sangatta Utara, Kab. Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur.
Awal mula memulai rapat, para peserta yang hadir disuguhkan dengan mendengarkan persembahan kata sambutan pembuka yang diberikan oleh Ahmad Maslihuddin yang menjabat sebagai Kepala Bidang (Kabid) Pelayaran. Dalam kesempatan tersebut, Ahmad Maslihuddin menyampaikan beberapa kata sambutan sebagai pihak yang mewakili Kepala Dishub Provinsi Kalimantan Timur, yakni Yudha Pranoto.
Diketahui bahwa peserta yang diundang dalam kegiatan rapat penting tersebut meliputi beberapa pihak yang merupakan pelaku usaha jasa terkait yang beroperasi dalam bidang pengangkutan di perairan yang berada di cakupan wilayah Kabupaten Kutai Timur. Tidak hanya itu, ada pula sejumlah pihak yang mewakili anggota Dewan Pengurus Cabang (DPC) Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat (APBM) Kabupaten Kutai Timur.
Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) dulunya diketahui sebagai satu-satunya kelompok sosial yang menjadi wadah bagi pihak Pengusaha Bongkar Muat di Indonesia yang sudah mendapatkan pengakuan dari pemerintah. Akan tetapi, sejak tahun 2020 keberadaan APBMI mulai terancam karena menghadapi persaingan bisnis dari Badan Usaha Pelabuhan (BUP) yang memiliki kegiatan operasional yang hampir sama.
Padahal APBMI telah mengantongi perlindungan hukum, yaitu Undang-undang (UU) Pelayaran Nomor 21 Tahun 1992 di dalam pasal 71, yang berisi Perusahaan Bongkar Muat dianggap sebagai salah satu usaha pendukung Angkutan Laut. Sebagai salah satu mitra kerja pemerintah, dalam hal ini adalah Departemen Perhubungan, APBMI membina para anggotanya untuk berperan aktif dalam menjamin kelancaran arus barang dan keselamatan kapal di pelabuhan.
Hal inilah yang menjadi latar belakang pihak Dishub Provinsi Kalimantan Timur dan sejumlah pihak kepentingan lain memutuskan untuk menggelar rapat. Dimana rapat tersebut berguna untuk menilai keaktifan pelaku usaha perairan.
Dalam kegiatan rapat tersebut, tidak hanya dihadiri oleh peserta rapat yang mewakili perkumpulan Perusahaan Bongkar Muat saja, namun dihadirkan pula sejumlah narasumber sebagai pemateri diskusi rapat. Narasumber yang dihadirkan dalam rapat tersebut yaitu Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Kelas I Sangatta, KUPP Kelas II Kecamatan Sangkulirang, dan beberapa perwakilan DPC APBMI Kabupaten Kutai Timur.
Sanksi Pada Perusahaan Angkutan Perairan dan Perusahaan Bongkar Muat
Dalam diskusi yang dibuka dalam rapat, turut dipertimbangkan pula kewajiban yang diemban oleh pelaku usaha jasa yang menyediakan angkutan perairan dan penetapan sejumlah sanksi yang akan diberlakukan terhadap kelengahan dalam memenuhi kewajiban. Pemberian sanksi juga berdasarkan Peraturan Menteri (PM) Perhubungan No. 59 Tahun 2021 mengenai Penyelenggaraan Usaha Jasa Terkait dengan Angkutan di Perairan.
Menurut keterangan Maslihuddin, Perusahaan Bongkar Muat yang aktif di Pelabuhan Sangatta ada berjumlah 8 perusahaan. Sementara terdapat 7 perusahaan yang aktif di Pelabuhan Sangkulirang dari total sebanyak 33 perusahaan yang terdaftar sudah mempunyai izin usaha bongkar muat di kawasan wilayah Kabupaten Kutai Timur.
“Jumlah Perusahaan Bongkar Muat (PBM) yang beroperasi di Pelabuhan Sangatta mencapai 8 perusahaan,” ujar Maslihuddin.
Dari penyelenggaraan rapat ini, dijelaskan oleh Maslihuddin bahwa saat ini pihak Dishub Provinsi Kalimantan Timur sudah memutuskan untuk memberikan sanksi kepada para pelaku usaha yang tercatat sudah tidak aktif dalam kurun waktu 6 bulan terakhir. Hal ini merupakan tindakan evaluasi terhadap perusahaan yang pasif melakukan kegiatan usaha.
Kemudian, sosialisasi dalam penanganan perizinan usaha berbasis risiko juga dijadikan salah satu topik yang dibahas dalam rapat ini. Hal demikian merupakan pemberian pemahaman terhadap perlunya memperbarui perizinan di kalangan pelaku usaha sebagai Sertifikat Standar yang harus terverifikasi. (ADV/DISHUBKALTIM/FIT)