Samarinda, MediaSamarinda.com – Para buruh TKBM Komurab baru saja kembali melakukan aksi demo secara damai di depan Pengadilan Negeri Kota Samarinda. Disnakertrans Kaltim pun turun tangan untuk memfasilitasi para tenaga kerja buruh yang sampai saat ini belum bisa mendapatkan hak gaji dari PT. PSP (Pelabuhan Samudera Palaran).
Sampai saat ini ada sekitar 1.149 buruh yang belum diberikan hak gajinya oleh PT. Pelabuhan Samudera Palaran. Mirisnya lagi, Permasalahan antara Perusahaan dan tenaga kerja buruh ini sudah terjadi sejak tahun 2017. Selama jarak 7 tahun, hak gaji yang baru diterima oleh para buruh hanyalah 10%. Artinya, PT. PSP masih diwajibkan membayar hak gaji para buruh yang totalnya menyentuh total sekitar RP 18.6 Miliar.
Disnakertrans Kaltim Segera Fasilitasi Pihak Buruh dan Perusahaan
Sadar betul ada kewajiban yang diabaikan oleh PT. Pelabuhan Samudera Palaran, Kepala Disnakertrans Kaltim (Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kalimantan Timur), Rozani Erawardi menegaskan pihaknya akan menampung aspirasi dari para tenaga kerja. Pihaknya sadar bahwa dibutuhkannya peninjauan kembali secara seksama terkait permasalahan yang terjadi.
“Sementara di cek dulu, utamanya terkait perjanjian hubungan kerjanya,”ungkapnya.
Pasalnya, konflik antara para tenaga kerja buruh dan Perusahaan ini telah berjalan alot selama 7 tahun kebelakang. Mau tak mau, kasus ini tidak bisa diproses secara gegabah dan terburu – buru. Disnakertrans Kaltim harus menelaah kembali dokumen perjanjian hubungan kerja yang terjalin antara pihak Buruh TKBM dari Koperasi Samudera Sejahtera (Komura) PT. Pelabuhan Samudera Palaran terlebih dahulu untuk bisa memediasi dan menyelesaikan konflik yang ada dengan usaha terbaik.
Rozani menekankan bahwa jarak waktu tujuh tahun bukanlah waktu yang singkat. Untuk bisa mendapatkan hasil yang maksimal, pihaknya harus menilik dan memeriksa perjanjian kerja sama tersebut secara seksama. Lebih lanjut lagi, Rozani menetapkan titik leading sektor kepada Disnaker Kota Samarinda. Disaat yang bersamaan, dirinya akan terus berusaha mendapatkan kejelasan dari kejadian yang terjadi hampir satu windu yang lalu.
Seperti yang kita ketahui, setiap perjanjian kerja mempunyai waktu akhir. Dalam hal ini, waktu berakhir memunculkan pertanyaan spesifik, seperti apakah PT. PSP selaku Perusahaan yang memperkerjakan para tenaga buruh sudah melakukan pemecatan atau memang para buruh sudah berhenti terlebih dahulu dengan keinginan sendiri.
“Pertanyaannya, mengapa perlu tujuh tahun dalam menuntut, bagaimana kesejahteraannya jika tetap bekerja selama itu namun gak terima upah,”pungkas Rozani.
Alasan Kuat Para Buruh Melakukan Aksi Demo
Salah satu tujuan utama dari bekerja adalah mendapatkan gaji/upah. Nantinya, gaji atau upah ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari – hari untuk pribadi untuk keluarga. Namun, apa jadinya, jika pekerja sudah memenuhi kewajibannya dengan bekerja tapi tidak mendapatkan gaji? Hal inilah yang dirasakan oleh para buruh PT.PSP.
Aksi demo yang berlangsung damai ini meminta agar PT. Pelabuhan Samudera Palaran selaku Perusahaan untuk memberikan hak gaji mereka yang tidak dibayarkan sampai detik ini. Para tenaga kerja ini menyebutkan bahwa PT.PSP hanya baru membayarkan gaji mereka sebanyak 10%. Jumlah yang tentunya bisa dibilang sangat jauh dari kata cukup. Seakan menambah luka lebih dalam, Perusahaan pun tidak memberikan informasi atau kejelasan lain yang masuk akal untuk menenangkan hati para buruh dan beritikad baik.
Pada kasus kali ini, para tenaga kerja buruh meminta PT. PSP agar taat kepada Putusan Perdata Nomor 75/Pdt.G/2019/PN.Smr tertanggal 2020. Terekam jelas bahwa Pengadilan Negeri Samarinda sudah meminta agar PT. PSP segera mengeksekusi hasil keputusan yang telah sebelumnya telah ditetapkan secara sah. Hambali selaku Koordinator Lapangan TKBM Komura mendesak PT. PSP untuk mengakui hasil ketok palu dari PN Samarinda.
“Semua tingkat peradilan di Negara Republik Indonesia sudah menyatakan PT Pelabuhan Samudera Palaran telah terbukti melakukan perbuatan melawan hukum,” ucap Hambali. “..dan berdasarkan putusan PK Nomor: 102 PK/Pdt/2023 tanggal, 23 April 2023, PT PSP tidak lagi memiliki upaya hukum yang dapat dilakukan dan harus melaksanakan putusan yang telah inkrah,” sambung Hambali lagi.
Ketetapan yang diketok palu PN Samarinda membuktikan bahwa PT. Pelabuhan Samudera Palaran telah melakukan perbuatan melawan hukum. Berdasarkan keputusan pengadilan, PT. PSP wajib membayar kerugian kepada TKBM Komura dengan nilai total sekitar Rp 18 Miliar sebelum nanti dilakukannya eksekusi dari pengadilan.