Samarinda, MEDIASAMARINDA.com – Krisis guru produktif, Kepala Bidang Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Kalimantan Timur ajukan kolaborasi. Melihat kurangnya SDM guru, khususnya bagi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di berbagai wilayah Kaltim, Disdikbud ambil tindakan serius.
Tantangan ini telah menjadi perhatian utama pemerintah, terutama dalam sektor pendidikan. Kekurangan guru di SMK dapat berdampak negatif pada kualitas pendidikan dan pelatihan yang diberikan kepada siswa. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan jumlah dan kualitas guru di SMK sangat diperlukan.
Disdikbud Kaltim: Ini Tantangan yang Perlu Diatasi dan Menjadi Prioritas
Kepala Bidang Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan, Armin menjelaskan bahwa minimnya sumber daya manusia (SDM) guru untuk SMK merupakan salah satu tantangan yang perlu diatasi. Disdikbud Provinsi Kalimantan Timur berkomitmen untuk terus berupaya mengatasi tantangan ini dan memastikan bahwa SMK di daerah tersebut memiliki guru yang berkualitas.
“Sekarang yang menjadi tantangan bagi kami ini yaitu, bagaimana untuk ketersediaan guru produktif itu. Jadi, ada beberapa SMK yang ada di Kalimantan Timur kesulitan untuk menyiapkan guru produktif yang memang sangat dibutuhkan,” ungkap Armin.

Salah satu langkah konkret yang perlu diambil untuk memenuhi kebutuhan guru di SMK. Sehingga pendidikan kejuruan di wilayah tersebut dapat terus berkembang dan memberikan manfaat bagi siswa dan masyarakat.
Di Kalimantan Timur terdapat beberapa SMK mengalami kesulitan dalam menyiapkan guru produktif yang sangat diperlukan untuk pendidikan di tingkat ini. Keberadaan guru produktif sangat vital karena mereka mampu memberikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang sesuai dengan bidang kejuruan siswa.
Disdikbud Kaltim Lakukan Kolaborasi dengan Industri untuk Penuhi Guru Produktif
Upaya meningkatkan kualitas guru produktif dan adaptif menjadi salah satu fokus pemerintah daerah dalam mendukung pendidikan SMK di Kalimantan Timur. Hal ini penting untuk memastikan bahwa siswa mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja dan dapat bersaing di dunia kerja setelah lulus.
Untuk mengatasi tantangan ketersediaan guru produktif di SMK Kalimantan Timur, Disdikbud Kaltim telah merencanakan serangkaian langkah. Salah satu tindakan yang akan diambil adalah mendorong kerjasama antara SMK dan dunia industri.
Langkah ini melibatkan kerjasama dengan perusahaan-perusahaan sehingga mereka dapat berkontribusi dalam proses pendidikan di SMK. Salah satu bentuk kerjasama ini adalah penandatanganan pelaku industri untuk menjadi pengajar di SMK. Dengan demikian, perusahaan membuka kelas khusus di SMK dan menyediakan pengajar dari kalangan pekerja industri.
Setelah menyelesaikan pendidikan di SMK, siswa memiliki kesempatan untuk bekerja di perusahaan tersebut. Meskipun tidak semua siswa akan diterima oleh perusahaan, namun setidaknya langkah ini dapat meningkatkan efektivitas pendidikan di SMK dan memberikan kesempatan kerja kepada siswa.
Penerapan Program SMK Pusat PK Untuk Pembelajaran yang Efektif
Hal ini sejalan dengan upaya untuk menjadikan beberapa SMK sebagai “SMK Pusat Keunggulan (PK)” yang berfokus pada kerjasama dengan dunia industri, sehingga siswa dapat menerima pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja.
“Makanya sekarang ini ada namanya SMK Pusat Keunggulan (PK) yang melakukan kerjasama dengan perusahaan sehingga perusahaan buka kelas khusus. Setelah selesai, siswa bisa bekerja di perusahaan tersebut walaupun nantinya tidak semua siswa diterima, setidaknya dengan itu bisa lebih efektif,” jelasnya.
Dalam upaya ini, Disdikbud telah mendukung banyak sekolah SMK di Kalimantan Timur untuk menerapkan standar pendidikan yang sesuai dengan kriteria dunia industri. Hal ini bertujuan agar para siswa, setelah menyelesaikan program SMK mereka, memiliki kompetensi yang diakui oleh perusahaan dan sesuai dengan tuntutan industri.
“Sudah banyak dari setiap sekolah SMK di Kaltim yang sudah menerapkan itu. Untuk Kota Samarinda sendiri juga sudah ada beberapa yang menerapkan itu walaupun belum semua karena itu juga dilihat dari keunggulan sekolah tersebut,” tutupnya.