
Samarinda, Mediasamarinda.com – Dalam penyelenggaraan kegiatan Organisasi Pemuda Berprestasi 2023, Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Provinsi Kalimantan Timur mengumumkan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi oleh peserta yang ingin mendaftar.
Peserta Tidak Boleh Berpolitik
Rasman, Kabid Pengembangan Pemuda Dispora Kaltim, memberikan penjelasan terkait persyaratan yang dimaksud. Organisasi pemuda yang diizinkan untuk berpartisipasi adalah organisasi atau komunitas yang sudah terstruktur dari tingkat pusat. Hal itu juga dijelaskan dalam postingan akun resmi media sosial Dispora Kaltim.
Satu hal penting yang juga disampaikan oleh Rasman, jika organisasi pemuda yang memiliki afiliasi dengan partai politik maka tidak boleh mengikuti Organisasi Pemuda Berprestasi 2023 ini. Keputusan tersebut diambil dengan pertimbangan matang karena saat ini Indonesia sedang menjelang Pemilihan Umum tahun 2024. Dispora berusaha untuk menjaga netralitas serta menghindari kemungkinan yang kontroversial apabila ada organisasi pemuda yang terafiliasi dengan partai politik diikutsertakan.

“Kami ingin mencegah kemungkinan-kemungkinan terburuk, mengingat Pemilihan Umum di Februari 2024 akan segera berlangsung. Oleh karena itu, organisasi pemuda yang memiliki afiliasi dengan partai politik terpaksa tidak diperbolehkan untuk mengikuti kegiatan ini,” tegas Rasman.
Selain itu, Rasman juga mengajak komunitas-komunitas lokal di Kalimantan Timur agar mengambil kesempatan untuk ikut serta dalam acara Organisasi Pemuda Berprestasi 2023. Faktanya, banyak pemuda lebih memilih bergabung dengan komunitas daripada bergabung menjadi bagian dari sebuah organisasi struktural. Mulai dari organisasi kepemudaan lokal yang memiliki struktural dengan pusat, maupun organisasi lokal yang tidak memiliki struktural dengan pusat semuanya diharapkan bisa ikut serta.
Sejarah Organisasi Pemuda di Kaltim
Saat Kongres Pemuda Kedua diadakan pada tanggal 28 Oktober 1928, perwakilan pemuda Indonesia mengikrarkan Sumpah Pemuda. Namun di Kalimantan Timur belum ada sama sekali organisasi kepemudaan. Baru kemudian pada tahun 1933, dibentuklah organisasi kepemudaan pertama di Kaltim, bernama Hard Inspanning Sport (HIS).
Pendirinya adalah seseorang bernama Abdul Gafoor. Abdul yang baru saja menamatkan sekolah tingkat dasar di Samarinda memahami pentingnya bergerak dalam perjuangan nasionalisme. HIS kemudian berganti nama menjadi Persatuan Pemuda Indonesia (PERPI) di tahun 1938. Organisasi HIS ini sering mengadakan kegiatan belajar tentang agama dan berkesenian.
Abdoel Moeis Hassan mendirikan Rukun Pemuda Indonesia (Rupindo) di tahun 1940, kemudian dilanjutkan dengan mendirikan Balai Pengajaran dan Pendidikan Rakyat (BPPR) di 1942. Kala itu Moeis Hassan dan kawan-kawannya yaitu Badroen Tasin, Chairul Arief, dan Syahranie Yusuf menggagaskan pembentukan sebuah organisasi kepemudaan lokal yang berkiblat nasionalisme. Awal pembentukan kelompok ini bertujuan untuk menghimpun dan membangkitkan semangat para pemuda serta menanamkan kesadaran atas berbangsa, berbahasa, dan bertanah air.
Rupindo terus eksis hingga tahun 1945. Meskipun polisi Belanda sering mengintimidasi anggota-anggota dari Rupindo, tapi para pengurus Rupindo sangat cerdik dalam berkelit. Kemudian di masa Revolusi Kemerdekaan, Moeis Hassan yang pernah menjadi gubernur Kaltim periode 1962–1966 tampil sebagai pemimpin perjuangan kemerdekaan di Kaltim melalui Ikatan Nasional Indonesia (INI) dan Front Nasional.
Di Samarinda pernah berdiri sebuah organisasi pemuda bernama Surya Wirawan. Organisasi ini merupakan perkumpulan dari pemuda kepanduan, yang di zaman sekarang mirip dengan Pramuka. Bustani HS menjadi ketua dari organisasi Surya Wirawan, yang pernah dipenjara oleh Belanda selama dua tahun pada 1940 sampai 1942.
Landraad atau pengadilan kolonial di Samarinda memberikan vonis kepada Bustani HS karena melakukan upaya pemberontakan atau makar saat berorasi di dalam sebuah rapat umum. Kala itu, Samarinda adalah kota yang menjadi pusat pergerakan di Kalimantan Timur. Dengan menjadi pusat pergerakan di Oost Borneo atau istilah Kaltim tempo dulu, maka Samarinda saat itu juga menjadi pusat pemerintahan kolonial sekaligus pusat pendidikan dan perdagangan. Tepatnya di wilayah timur pulau Kalimantan.
Tenggarong menjadi ibu kota dari Kerajaan Kutai Kartanegara yang relatif tenang dan sepi dari hiruk-pikuk keramaian. Sedangkan Kota Balikpapan hanyalah sebagai kota minyak bagi pemerintahan kolonial. Berbeda dengan kondisi saat ini dimana Balikpapan direncanakan akan menjadi Ibu Kota Negara (IKN) yang baru.
(ADV/DISPORAKALTIM/AD)