SAMARINDA, MEDIASAMARINDA.com – Kasus prostitusi anak di bawah umur menggegerkan masyarakat Kecamatan Samarinda Seberang sejak ditangkapnya 3 (tiga) orang muncikari oleh Polresta Samarinda. Ketiga pelaku tersebut berhasil diamankan pada Minggu (16/7/2023).
Prostitusi Anak Lewat Michat
Kasus perdagangan manusia ini berhasil diungkap oleh tim kepolisian setelah melewati serangkaian penyelidikan. Diketahui, pelaku telah meluncurkan aksinya lewat aplikasi Michat.
Penangkapan ini bermula saat Kapolresta Samarinda Kombes Pol Ary Fadli menerima laporan terkait salah satu guest house di Jalan H.A.M Rifaddin yang diduga sering menjadi lokasi untuk esek-esek. Menanggapi laporan tersebut, tim kepolisian kemudian menyusun strategi penangkapan lewat media sosial yang sering digunakan oleh pelaku yaitu aplikasi hijau atau Michat.
Polisi kemudian melangsungkan komunikasi bersama akun atas nama Bella Real. Keduanya akhirnya sepakat untuk melakukan transaksi dengan metode pembayaran dua kali senilai Rp.700 ribu.
Selanjutnya, saksi korban mendatangi Tempat Kejadian Perkara (TPK) pada Minggu (16/7/2023) sekitar pukul 04.30 WITA. Sesampainya di kamar, saksi korban kemudian meminta uang yang telah dijanjikan senilai Rp.500 ribu untuk dirinya, dan Rp.200 ribu akan diberikan kepada muncikari.
Di waktu yang sama, petugas polisi kemudian mengungkap penyamarannya dan mengamankan saksi korban. Tak hanya itu, saksi korban kemudian memanggil 3 orang muncikari berinisial MM, SR, dan MR yang ternyata tengah menunggu di dalam dalam mobil Toyota Calya bernopol DA 1065 LN.
“Ketiga pelaku yang diamankan adalah berinisial MM alias Amat (33), SL alias Upi (25), dan MR alias Isal (25),” ucap Ary, Kamis (20/7/2023).
Vonis Pelaku Muncikari
Humas Polresta Samarinda mengungkapkan bahwa ketiga muncikari tersebut membawa saksi korban berusia 16 tahun dari Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan (Kalsel). Petugas juga berhasil mengamankan barang bukti berupa dua unit handphone, uang tunai sebesar Rp 1,6 juta, dan mobil rental.
Tak hanya itu, polisi juga mengungkap bahwa 3 muncikari menggunakan sistem bagi hasil untuk setiap pelanggan yang diperolehnya, mulai dari Rp50 ribu sampai Rp100 ribu.
“Ketiga pelaku mendapatkan pelanggan dan membagi hasil masing-masing antara Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu,” terangnya.
Pasca penangkapan tersebut, pelaku akhirnya dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), yang memiliki ancaman maksimal hingga 15 tahun penjara. Bukan hanya itu, polisi menyampaikan bahwa pelaku juga akan dijerat UU Perlindungan Anak karena korban masih di bawah umur.
“Selain itu, para pelaku juga akan diproses sesuai dengan UU Perlindungan Anak, karena korban masih di bawah umur, yang memiliki ancaman hukuman serupa hingga 15 tahun penjara,” tandasnya.
Kominfo Kaltim : Belum Bisa Blokir Aplikasi Michat
Aplikasi Michat seringkali disalahgunakan oleh masyarakat. Aplikasi berkirim pesan ini justru lebih banyak digunakan sebagai sarana prostitusi online oleh oknum yang tidak bertanggungjawab.
Melihat fenomena tersebut, Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kaltim kemudian angkat bicara terkait maraknya prostitusi online lewat Michat. Kepala Diskominfo Kaltim Muhammad Faisal mengatakan pihaknya tidak bisa sembarangan menutup aplikasi tersebut, namun ia memberikan solusi agar masyarakat melapor jika ada yang keberatan dengan kehadiran aplikasi tersebut.
“Selama ini kan yang menangani pihak kepolisian. Nanti laporan yang dari kepolisian kami teruskan ke (pemerintah) pusat,” kata Faisal.
Faisal menegaskan bahwa wewenang untuk memblokir sebuah aplikasi bukan tugas Diskominfo daerah, melainkan arahan dari pemerintah pusat. Ia kemudian menjelaskan alur agar masalah tersebut dapat ditangani yakni dengan adanya laporan kepolisian yang sudah sampai tahap putusan terlebih dulu.
“Kalau sudah inkrah dari kepolisian, kami ambil laporannya untuk bukti pengaduan kami ke pusat. Tidak bisa misalnya di Samarinda atau Kaltim banyak penyalahgunaan, terus aplikasinya ditutup,” jelas Faisal lagi.
Faisal menambahkan bahwa jika laporan tersebut diselesaikan secara kekeluargaan, otomatis pihaknya tidak bisa menyalurkan laporan terkait ke pemerintah pusat. Hal itu dikarenakan belum ada bukti-bukti autentik yang dapat mendukung laporan tersebut.