Kalimantan Timur, MediaSamarinda.com – Siap mengantisipasi kemungkinan adanya krisis pangan pada periode akhir tahun, BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Provinsi Kaltim hadir pada acara pertemuan dengan pelaksanaan agenda koordinasi dalam rangka melaksanakan aksi siap siaga penanggulangan krisis pangan yang kemungkinan akan terjadi di Provinsi Kaltim pada akhir tahun 2023.
Event koordinasi ini juga dilakukan demi mengantisipasi serta melakukan perencanaan penanggulangan krisis pangan tersebut diselenggarakan pada Hotel Gran Mustika yang berlokasi di kota Balikpapan.
BPBD Siap Koordinasi Untuk Mengantisipasi Krisis Pangan di Kaltim
Informasi kesiapan pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Kaltim dalam berusaha mengatasi krisis pangan diinformasikan secara langsung oleh Agus Tianur sebagai Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Kaltim yang mengatakan bahwa usaha koordinasi ini berkaitan langsung dengan upaya menjawab masalah krisis pangan dan terus berupaya membangun ketahanan pangan di Provinsi Kaltim.
“Kegiatan itu dilaksanakan oleh Dinas Ketahanan Pangan Kaltim untuk mengantisipasi krisis pangan di tahun 2023,” ucap Kepala Pelaksana BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Provinsi Kalimantan Timur, Agus Tianur.
Agus Tianur juga memberi penegasan pada saat pihaknya terus melakukan upaya kolaborasi bersama dengan pihak Dinas Ketahanan Pangan (Dishanpan), Dinas Perindustrian Dan Perdagangan (Disperindag) serta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Kaltim.
“Perubahan iklim berdampak pada ketahanan pangan, makanya kita terus berkoordinasi satu sama lain,” pungkas Kepala Pelaksana BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Provinsi Kalimantan Timur, Agus Tianur.
Pada acara ini ikut hadir Siti Farisyah Yana selaku Kepala Dinas PTPH (Pangan Tanaman Pangan Hortikultura) Provinsi Kaltim, yang memberikan instruksi dan arahan dalam pembukaan event koordinasi bersama ini.
Turut hadir juga Deputi II untuk Bidang Kerawanan Pangan & Gizi Pangan Nasional, Kepala Dinas (Kadis) Ketahanan Pangan dari Kabupaten Paser, Kepala Perum Bulog untuk daerah Kaltim, Perwakilan dari Provinsi Kaltara (Kalimantan Utara) serta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Kaltim.
Ancaman Krisis Pangan Tidak Hanya Isapan Jempol Belaka
Joko Widodo selaku Presiden Republik Indonesia mengungkapkan krisis pangan adalah salah satu dampak hasil terjadinya perubahan iklim yang kian menjadi – jadi, sementara negara Indonesia menjadi bagian dari negara – negara yang ikut terkena efek perubahan iklim.
“Hati-hati, hati-hati, ancaman perubahan iklim sudah nyata dan sudah kita rasakan, dirasakan semua negara di dunia,” ujar Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, sebagaimana dilansir dalam CNBC Indonesia.
Lebih dalam lagi, Joko Widodo selaku Presiden Republik Indonesia memberikan penjelasan bahwa dengan terjadinya perubahan iklim menjadikan suhu semakin panas. Maka akibatnya, telah banyak terjadi bencana dan musibah kekeringan. Kejadian musibah dan bencana kekeringan inilah yang akan memicu terjadinya krisis pangan dan akar dari peristiwa kelangkaan gandum & beras.
Oleh karena itu, kita sudah mulai banyak melihat negara yang telah memberhentikan aktivitas ekspor agar mengamankan ketersediaan pangan di dalam negeri. Hal ini yang menjadikan harga beras Indonesia semakin meningkat.
“Yang biasanya negara-negara itu mengekspor berasnya 19 negara sekarang sudah setop ngerem ekspornya, tidak diekspor lagi sehingga banyak negara yang harga berasnya naik termasuk di Indonesia sedikit naik,” jelas Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia.
Menyadari krisis pangan adalah situasi dimana terjadi kelangkaan bahan – bahan pangan yang terjadi pada mayoritas masyarakat di suatu wilayah yang disebabkan karena kesulitan proses distribusi pangan, terjadinya bencana alam, adanya perubahan lingkungan, dampak dari perubahan iklim sampai pada terjadinya konflik sosial atau perang.
Kita bisa memulai mendeteksi awal dari krisis pangan dari terjadinya iklim tak menentu, terjadinya bencana alam, turunnya hujan berintensitas ekstrem, jumlah penduduk terus meningkat hingga jumlah pangan tak bisa menandingi rasio kenaikan penduduk, peningkatan aktivitas impor pangan, alokasi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) minim untuk pangan, perkembangan & pengaplikasian teknologi pertanian terbatas sampai belum bisa meratanya pengaplikasian program kedaulatan pangan. (ADV/HSP/BPBDKALTIM)