
Kalimantan Timur, MediaSamarinda.com – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kaltim merasa perlu untuk mencari penyebab gizi buruk anak di Kalimantan Timur dan segera ditemukan solusinya agar kasus stunting bisa berkurang.
Kasus Stunting Adalah Bencana
Fungsi sebenarnya dari BPBD adalah mengkoordinasikan penanggulangan bencana di daerah dengan mengerahkan sumber daya manusia dan logistik. Namun ada kasus menarik yang turut menjadi perhatian dari BPBD. Yaitu kasus anak stunting yang terjadi di Kalimantan Timur.
BPBD merasa ikut bertanggung jawab atas terjadinya kasus stunting di Kaltim. Pihak BPBD menganggap hal tersebut sebagai bencana yang harus ditangani dengan segera. Mereka juga ingin terlibat dalam pencarian penyebab gizi buruk pada anak.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Bidang (Kabid) Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kaltim Tresna Rosano. Namun Tresna tidak menyampaikannya secara langsung, melainkan melalui Ivan Ramadhany. Ivan merupakan salah satu personil BPBD di bagian Perencanaan Mitigasi dan Adaptasi.

(Foto : Busam)
Dinas Kesehatan memang memiliki tanggung jawab di dalam ranah kesehatan dan gizi anak. Tapi karena stunting dianggap sebagai sebuah bencana, maka BPBD Kaltim merasa perlu ikut bekerja sama dengan Dinkes.
Mengenai teknis dan cara menyelesaikan permasalahan, tetap nanti diserahkan kepada Dinas Kesehatan dan SKPD terkait. Sedangkan peran dari BPBD Kaltim yakni sebagai wadah pelaporannya saja. Apabila terdapat kasus stunting yang muncul di Kaltim, BPBD siap untuk menjadi sarana penghubung dengan pihak Dinkes.
Penyebab Gizi Buruk pada Balita
Kesehatan gizi balita merupakan hal yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan mereka di masa emas. Dari hasil penelitian, terdapat tiga masalah gizi utama yang terjadi pada balita, yaitu:
- Kekurangan gizi (wasting dan stunting).
- Kekurangan zat gizi mikro (anemia).
- Kelebihan gizi (kegemukan dan obesitas).
Pada tahun 2022, Kementerian Kesehatan melakukan sebuah survei, dari situ terungkap bahwa 1 dari 12 anak balita di Indonesia mengalami wasting, dan 1 dari 5 anak balita menderita stunting.
Wasting dan stunting adalah dua masalah gizi yang saling berkaitan dan memiliki faktor risiko yang sama, yaitu kematian. Selain risiko kematian, anak wasting yang tidak segera ditangani akan berisiko 3 kali lebih besar akan mengalami stunting. Jika seorang anak mengalami wasting dan stunting secara bersamaan, risiko kematian akan meningkat tinggi.
Sebenarnya stunting dapat dicegah dengan mengetahui apakah penyebab gizi buruk pada balita. Kurangnya asupan nutrisi atau malnutrisi menjadi salah satu penyebab gizi buruk sejak dini. Malnutrisi ini dihitung pada 1000 hari pertama anak, hitungan 1000 hari yaitu sejak dari janin sampai anak berusia 2 tahun. Orang tua yang kurang teredukasi mengganti ASI yang semestinya diberikan pada bayi dengan makanan atau minuman lain.
Ahli gizi menyarankan untuk melakukan upaya pencegahan sedini mungkin sebelum terlambat. Pada usia 1000 hari pertama usia anak, dianjurkan untuk memberikan asupan nutrisi yang baik kepada ibu hamil. Dikarenakan ibu hamil perlu untuk mencukupi asupan nutrisi dirinya sendiri beserta asupan nutrisi jabang bayi yang ada dalam kandungannya.
Jika saat rentang waktu 1000 hari gizi anak tidak dicukupi dengan baik, maka dapat terjadi dampak yang ditimbulkan baik jangka pendek dan jangka panjang. Gejala stunting jangka pendek diantaranya yaitu terganggunya tumbuh kembang anak, penurunan imunitas, penurunan fungsi kognitif, dan gangguan sistem pembakaran. Sedangkan gejala stunting jangka panjang dapat mengakibatkan terjadinya obesitas, diabetes, osteoporosis, jantung koroner, dan hipertensi atau penyakit darah tinggi.
Penelitian juga menunjukkan bahwa penyebab gizi buruk yang lain berupa konsumsi protein yang sangat kurang, karena protein mempengaruhi pertambahan tinggi badan dan berat badan anak saat berusia di atas 6 bulan. Balita yang mendapat asupan protein 15 persen dari total asupan kalori harian yang dibutuhkan terbukti memiliki badan lebih tinggi dibandingkan dengan balita dengan asupan protein hanya 7,5 persen. Kemudian balita di usia 6 sampai 12 bulan dianjurkan mengonsumsi protein harian sebanyak 1,2 gram per kilogram berat badannya.
Setelah memahami penyebab gizi buruk pada balita, pemerintah dan masyarakat diharapkan lebih menguatkan koordinasi dalam menekan kasus stunting di Indonesia. Pemerintah melalui Dinas Kesehatan sudah berusaha mewujudkan upaya tersebut dengan memberikan penyuluhan kepada masyarakat berpendidikan rendah. Di pihak masyarakat pun, juga wajib untuk aktif mencari informasi tentang bagaimana memenuhi kebutuhan nutrisi bagi balita. (ADV/HSP/BPBDKALTIM)