Samarinda, MEDIASAMARINDA.com – Wakil Gubernur Kalimantan Timur, Hadi Mulyadi, memimpin upacara penurunan bendera Merah Putih pada peringatan Hari Ulang Tahun ke-78 Kemerdekaan Republik Indonesia di Stadion Gelora Kadrie Oening, Kota Samarinda pada Kamis, 17 Agustus 2023. Upacara tersebut dihadiri oleh perwakilan Forkopimda Kaltim, Sekprov Kaltim Sri Wahyuni, Wakil Wali Kota Samarinda Rusmadi Wongso, anggota DPRD Kaltim, dan perangkat daerah lingkup Pemprov Kaltim.
Hadi Apresiasi Kinerja Tim Paskibraka dalam Upacara Penurunan Bendera HUT Ke-78 RI
Hadi mengapresiasi kinerja tim Paskibraka yang telah mengerahkan segala kemampuan, waktu, tenaga dan pikiran untuk berkontribusi dalam suksesnya peringatan HUT Kemerdekaan RI. Ia juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh anggota Paskibraka yang telah dipilih dari siswa-siswi terbaik di seluruh Kabupaten/Kota di provinsi Kaltim.
Setelah prosesi penurunan bendera Merah Putih selesai, Hadi bersama Sekprov Sri Wahyuni turun untuk menyalami seluruh anggota Paskibraka. Hadi mengucapkan terima kasih kepada adik-adik Paskibra dan berharap agar kita semua selalu diberikan kesehatan dan selalu dalam lindungan Allah Subhanahu Wata’ala.
“Alhamdulillah semuanya lancar. Saya bangga dan saya ucapkan terima kasih kepada adik-adik Paskibra. Semoga kita semua selalu diberikan kesehatan dan selalu dalam lindungan Allah Subhanahu Wata’ala,” ucap Hadi.
Upacara penurunan bendera Merah Putih merupakan salah satu bagian penting dalam peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia. Upacara ini merupakan simbol penghormatan kepada bendera Merah Putih yang merupakan lambang dari negara Republik Indonesia. Bendera Merah Putih juga melambangkan semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang harus terus dijaga dan dipertahankan.
Penurunan bendera Merah Putih dilakukan oleh pasukan pengibar bendera (Paskibraka) yang terdiri dari siswa-siswi terbaik yang dipilih dari seluruh Kabupaten/Kota di provinsi Kaltim. Paskibraka merupakan singkatan dari Pasukan Pengibar Bendera Pusaka yang bertugas mengibarkan dan menurunkan bendera Merah Putih pada upacara-upacara kenegaraan.
Paskibraka dipilih melalui seleksi yang ketat dan harus menjalani pelatihan khusus sebelum bertugas pada upacara-upacara kenegaraan. Mereka harus memiliki kemampuan fisik yang baik serta memiliki pengetahuan yang luas tentang sejarah dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.
Dalam upacara penurunan bendera Merah Putih, Paskibraka harus menjalankan tugasnya dengan penuh disiplin dan ketelitian. Mereka harus memastikan bahwa prosesi penurunan bendera berjalan dengan lancar dan sesuai dengan protokol yang telah ditetapkan.
Upacara penurunan bendera Merah Putih merupakan salah satu cara untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan yang telah berjuang demi kemerdekaan Republik Indonesia. Melalui upacara penurunan bendera ini, kita dapat menghormati jasa-jasa para pahlawan dan mengenang perjuangan mereka dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Gagasan Paskibraka: Jejak Perjuangan dan Evolusi Bendera Pusaka dalam Sejarah Indonesia
Mengawali perjalanan pada tahun 1946, ketika Indonesia menjalani perpindahan ibu kota ke Yogyakarta, gagasan bersejarah Paskibraka lahir. Saat memperingati HUT Proklamasi Kemerdekaan RI yang pertama, Presiden Soekarno memberikan instruksi khusus kepada Mayor (Laut) Husein Mutahar, salah satu ajudannya, untuk mengkampanyekan pengibaran bendera pusaka di area Istana Gedung Agung Yogyakarta. Dari situ, tumbuh gagasan penting bahwa pemuda dari berbagai daerah seharusnya berkolaborasi dalam upacara tersebut, mewakili generasi masa depan perjuangan bangsa.
Keterbatasan pada masa itu tak menghalangi semangat. Meski hanya mampu melibatkan lima pemuda (3 pria dan 2 wanita) yang saat itu berada di Yogyakarta, mereka menggambarkan Pancasila secara simbolis. Tradisi ini berlangsung hingga tahun 1949 dengan cara yang tetap diulang.
Pada tahun 1950, ketika ibu kota berpindah kembali ke Jakarta, Mutahar tidak lagi terlibat dalam pengibaran bendera pusaka. Tugas tersebut dialihkan kepada Rumah Tangga Kepresidenan hingga tahun 1966. Dalam periode tersebut, anggota paskibraka diambil dari pelajar dan mahasiswa di Jakarta.
Di tahun 1967, Husein Mutahar dipanggil oleh Presiden Soeharto untuk kembali mengelola pengibaran bendera pusaka. Menerapkan konsep dasar dari peristiwa 1946 di Yogyakarta, Mutahar mengembangkan formasi pengibaran menjadi tiga kelompok dengan nama berdasarkan jumlah anggota:
- Pasukan 17 / pengiring (pemandu),
- Pasukan 8 / pembawa bendera (inti),
- Pasukan 45 / pengawal
Angka-angka ini mencerminkan tanggal penting, 17 Agustus 1945 (17-8-45). Meski dalam situasi kondisi yang ada, Mutahar hanya bisa melibatkan pemuda lokal yang berada di Jakarta dan yang juga merupakan anggota Pandu/Pramuka. Rencana untuk melibatkan kelompok 45 (pengawal) dari kalangan mahasiswa AKABRI (Generasi Muda ABRI) tak dapat terwujud. Usulan lain yang melibatkan pasukan khusus ABRI juga menghadapi kendala. Akhirnya, pasukan Pengawal Presiden (PASWALPRES) yang bermarkas di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta menjadi pilihan yang lebih mudah diakses.
Mulai 17 Agustus 1968, pengibar bendera pusaka diwakili oleh para pemuda yang diutus dari setiap provinsi. Kendati beberapa provinsi belum mampu menyertakan utusannya, mereka harus ditambah oleh mantan anggota pasukan pada tahun 1967.
Pada 5 Agustus 1969, di Istana Negara Jakarta, Bendera Pusaka Merah Putih digantikan oleh bendera duplikat. Upacara ini juga menyaksikan penyerahan duplikat Naskah Proklamasi oleh Soeharto kepada Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I di seluruh Indonesia. Dengan demikian, Bendera Pusaka dapat terus menjalankan tugasnya sambil mengantar dan menjemput bendera duplikat. Sejak tahun 1969, anggota pengibar bendera pusaka terdiri dari remaja siswa SLTA dari seluruh penjuru Indonesia. Setiap provinsi diwakili oleh sepasang remaja putra dan putri.
Terminologi “Pasukan Pengerek Bendera Pusaka” digunakan dari tahun 1967 hingga 1972. Baru pada 1973, Idik Sulaeman memunculkan istilah baru “Paskibraka”. Singkatan ini terdiri dari PAS (Pasukan), KIB (Kibar), RA (Bendera), dan KA (Pusaka). Sejak saat itu, para pengibar bendera pusaka dikenal dengan sebutan Paskibraka, menandai semangat dan dedikasi pemuda dalam mengibarkan bendera pusaka negara.
(Dty/adv)