Jakarta, MediaSamarinda.com – Khusus untuk kamu yang sering kali menggunakan ataupun membuka jastip, kini harus lebih hati – hati, ada kebijakan terkait pajak jastip yang patut kamu taati.
Tak lama ini, DJBC (Direktorat Jenderal Bea & Cukai) akan mulai agresif memantau pergerakan bisnis jasa titip (jastip) yang akan masuk ke negara Indonesia. Penerapan peraturan ini berkaitan dengan perwujudan peraturan pemerintah yang melarang seorang individu untuk menjual barang impor dengan harga lebih rendah dari Rp 1.5 Juta.
Penerapan Pajak Jastip Untuk Tekan Praktik Ilegal

Mohammad Aflah Farobi sebagai Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia (DJBC Kemenkeu RI) menegaskan praktik jastip masuk ke dalam praktik impor ilegal dikarenakan pelaku bisnis jastip tidak membayar biaya bea masuk yang sudah diatur dalam ketentuan.
Ketentuan yang berlaku saat ini adalah tiap barang jastip yang berada dalam kategori barang bukan pribadi akan dikenakan pajak jastip yaitu 10% Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Lebih lanjut, pajak jastip dihitung dari tiap item jastip dengan tambahan 10% biaya bea masuk dan 2% pajak PPH.
Aflah juga menegaskan pihaknya akan berusaha keras menegakkan peraturan barang impor ini demi menekan angka impor ilegal yang ditenggarai mengancam produk – produk UMKM. Aflah juga menghimbau masyarakat agar tidak ikut menggunakan jastip demi mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Keluhan Aprindo Terhadap Praktik Jastip Ilegal
Tutum Rahanta sebagai Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyatakan bisnis jastip yang semakin marak akan mempengaruhi kestabilan pertumbuhan dan perkembangan usaha ritel di Indonesia. Tutum menilai bisnis jastip tidak memenuhi peraturan dikarenakan setiap individu bisa bebas pergi ke luar negeri dan membawa pulang barang hasil jastip.
Keluhan yang disuarakan Aprindo bersumber dari hasil tanggungan atas barang yang dijual industri ritel berkemungkinan besar tidak mampu menyaingi harga jastip karena penentuan harga ritel juga terkena perhitungan biaya sewa sampai pembayaran karyawan. Sangat berbeda dengan penetapan harga jastip yang sangat murah karena keuntungan langsung dinikmati pelaku bisnis jastip.
Perlu diketahui, penerapan akan larangan jastip diterapkan khusus untuk individu yang akan menjual barang – barang hasil impor dan nilai barang jastip tersebut lebih rendah dari USD 100 atau Rp 1.5 Juta.
“Jastip (akan) juga menjadi atensi kita. Barang-barang yang di bawah 100 USD kita akan petakan melalui nota intelijen waspada pada produk-produk ini dari negara-negara ini,” terang Mohammad Aflah Farobi selaku Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis, DJBC Kementerian Keuangan sebagaimana dilansir dari Merdeka.
Langkah pengawasan secara teliti dari pihak Bea Cukai terus diperketat sampai ke tahap pengumpulan informasi dari para pelaku bisnis jastip. Pengawasan bisnis jasa titip akan semakin diperketat untuk para individu yang tercatat melakukan perjalanan ke luar negeri dengan melewati titik rawan praktik penyelundupan barang impor.
“Kita akan profiling penumpang yang hilir mudik melalui bandara. Kita memetakan siapa saja seminggu sekali dua kali datang ke bandara. Atau di Batam sehari bisa dua kali bolak-balik ke Singapura,” jelas Aflah lebih lanjut.
Ketentuan Jastip Menurut Bea Cukai
Hatta Wardhana selaku Kepala Subdirektorat Hubungan Masyarakat dan Penyuluhan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyebutkan pihak Bea Cukai tidak pernah menggunakan kata jastip. Hal tersebut tertuang dalam peraturan pembawaan barang oleh penumpang yang ada dalam yang menjelaskan tentang
Dalam peraturan PMK (Peraturan Menteri Keuangan) Nomor 203 PMK 04 Tahun 2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa Oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut yang mengatur barang impor penumpang dalam dua kategori.
Pertama, barang pribadi penumpang sejatinya dibebaskan dari bea masuk asal sesuai dengan besaran free on board sebesar USD 500. Sebaliknya, barang yang termasuk bukan kepemilikan pribadi akan terkena pajak jastip atau bea masuk umum & nilai pabean akan didasarkan pada total nilai pabean barang impor yang ada pada penumpang.
Sumber:
Serayu News
Merdeka