25.2 C
Samarinda
10 Desember 2024
BerandaNasionalCerita Rakyat Indonesia Penuh Pesan Moral, Gubernur Bali Anjurkan Nonton Ini

Cerita Rakyat Indonesia Penuh Pesan Moral, Gubernur Bali Anjurkan Nonton Ini

Date:

Must read

Related News

Kelingking Beach Masuk 10 Top Pantai Terbaik Dunia, Yuk Intip Keindahan Pantainya

MEDIASAMARINDA.com - Kelingking Beach atau Pantai Kelingking di Nusa Penida,...

Nasioanal, MEDIASAMARINDA.com – I Wayan Koster menghimbau untuk generasi muda tidak lagi menonton film Upin Ipin serial animasi yang berasal dari Malaysia. Gubernur tersebut merasa bahwa Bali memiliki kekayaan budaya dan adat, lelaki berumur 60 tahun itu menyebutkan Bali memiliki cerita rakyat yang sarat pesan moral yang berjudul Jayaprana dan Layonsari.

Koster Menghimbau Tetap Berkontribusi Melestarikan Budaya Bali

Meskipun seiring waktu teknologi dan kehidupan semakin modern dan secanggih apapun, warisan budaya dan kearifan lokal Bali tetap harus dilestarikan.

Lelaki yang telah menjabat hampir 5 tahun itu mengajak anak-anak dan para pemuda untuk menonton film Jayaprana dan Layonsari yang merupakan adaptasi dari cerita rakyat, dalam film tersebut menceritakan tentang kehidupan dan budaya Bali, yang memiliki pesan bahwa berbuat baik akan mendapat karma baik pula.

Gubernur Bali, I Wayan Koster
Sumber Gambar : Tempo

“Adik-adik saya menghimbau agar kalian semua menonton film Jayaprana, agar kalian terinspirasi untuk menjalani kehidupan yang baik. Dan secara tidak langsung turut mensejahterakan kota ini agar lebih sejahtera dan semakin dikenal penjuru dunia,” Ungkapnya.

Tentang Cerita Rakyat Jayaprana dan Layonsari

Jayaprana dan Layonsari merupakan cerita rakyat yang berasal dari Bali. Pemuda yang berasal dari desa Kalianget namun sudah menyandang status yatim piatu itu bernama Jayaprana, 3 bersaudara yang satu-satunya selamat dari wabah penyakit, Dua saudara kandung dan orang tuanya meninggal dunia akibat wabah.

Menjadi yatim piatu dan kesepian, Jayaprana saat kecil telah memberanikan diri untuk datang dan mengabdi di istana, kerajaan pun menerima kehadirannya. Ia menjadi abdi yang sangat rajin, hingga membuat Raja Kalianget kagum dan mengasihinya. Jayaprana remaja, dalam usia 12 tahun nampak terlihat sosok yang rupawan dan gagah.

Suatu hari, raja mengutus agar Jayaprana memilih salah satu dayang-dayang di istana untuk dinikahinya. Meskipun Jayaprana belum ada terbesit untuk menikah, namun utusan sang raja tak bisa ditolak, maka ia memilih seorang wanita cantik jelita bernama Ni Layonsari, ia adalah seorang putri dari Jero Bendesa dari Banjar Sekar.

Tak perlu menunggu lama, raja pun menulis surat kepada orangtua Layonsari untuk menikahkan putrinya dengan Jayaprana. Dan surat dari raja ternyata diterima sangat baik. Upacara pernikahan dilaksanakan pada hari Selasa Legi Kuningan.

Namun di sinilah konflik batin dimulai, ketika kedua mempelai menghadap raja. Melihat tataoan matanya, si, raja diam-diam jatuh hati melihat kecantikan Layonsari. Setelah acara pernikahan selesai, Raja menyusun rencana untuk memisahkan kedua mempelai tersebut, agar bisa merebut hati Layonsari.

Kemudian sang raja mengutus Jayaprana pergi ke sebuah Celuk Terima untuk menyelidiki perahu yang hancur karena perampok. Jayaprana Dibawa ke Celuk Terima, meskipun dua sejoli ini sangat sedih karena harus berpisah, sementara itu mereka masih dalam masa bulan madu. Apalagi sang istri sudah merasakan firasat yang tidak enak, namun suaminya adalah seorang abdi negara yang sangat setia, maka apapun yang dikatakan Layonsari, ia tetap pergi.

Dalam perjalanan, Jayaprana sering mendapat firasat buruk dan merasa bahwa kepergiannya ini adalah akhir dari hidupnya. Sesampainya di Celuk Terima, Patih Saunggaling seorang abdi negara dari kerajaan memberikan surat yang berisi bahwa Jayaprana harus dibunuh karena raja telah jatuh cinta pada istrinya, raja ingin menikahi Layonsari. Membaca surat itu Jayaprana menangis dan sangat memohon agar perintah tersebut tidak dijalankan.

Namun Jayaprana sadar bahwa permintaan raja tak mungkin untuk ditolak, apalagi ia tumbuh dan dibesarkan oleh raja, maka dengan penuh kerelaan, Patih diijinkan untuk membunuh Jayandra. Namun anehnya, saat pedang dihunus, darah berceceran justeru semerbak harum dan mendadak gempa bumi.

Tak butuh waktu lama, akhirnya Mayat Jayaprana lalu dikubur di Hutan Celuk Terima. Rombongan pun bergegas pulang dengan rasa sedih, namun saat perjalanan banyak rombongan yang meninggal karena gigitan binatang buas.

Meninggalnya sang suami membuat Layonsari sangat terpukul, karena tak sanggup hidup sendiri tanpa Jayaprana, ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Dan kabar tersebut terdengar oleh raja, ia pun merasa patah hati dan tak sanggup menanggung penderitaan, raja pun menyusul mengakhiri hidupnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini