Mediasamarinda.com – Industri hasil tembakau (IHT) di Indonesia tercatat memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan negara, dengan menyumbang Rp216,9 triliun melalui cukai hasil tembakau (CHT) sepanjang tahun 2024. Angka ini setara dengan sekitar 10 persen dari total penerimaan pajak nasional, menjadikannya sebagai salah satu penyokong utama perekonomian negara.
Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), I Ketut Budhyman Mudhara, menyoroti pentingnya industri tembakau dalam ekosistem perekonomian Indonesia. Ia menjelaskan bahwa sektor ini juga menyerap sekitar 6 juta tenaga kerja yang berkontribusi terhadap ekonomi, dan mendukung program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto yang bertujuan untuk meningkatkan ekonomi nasional sebesar 8 persen guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Namun, Budhyman juga menyoroti adanya regulasi yang membebani industri tembakau, terutama Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (R-Permenkes) yang mengatur produk tembakau. Menurutnya, rancangan aturan tersebut dibuat tanpa mempertimbangkan kontribusi sektor ini terhadap perekonomian dan tanpa melibatkan pemangku kepentingan dari hulu hingga hilir.
“Sebagai inisiator regulasi tersebut, kami sangat menyayangkan Kementerian Kesehatan yang tidak memikirkan dampak panjang dari aturan ini, terutama di tengah kondisi ekonomi yang sulit seperti sekarang, dengan banyaknya PHK dan penutupan pabrik,” ujarnya.
Budhyman juga mengkritik usulan penyeragaman kemasan rokok polos yang diatur dalam R-Permenkes, yang menurutnya dipengaruhi oleh Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Ia menegaskan bahwa Indonesia tidak pernah meratifikasi FCTC dan sebagai negara berdaulat, Indonesia tidak perlu mengikuti kebijakan internasional yang bukan bagian dari landasan hukum negara.