Mediasamarinda.com – Sekarang warga ibu kota bisa menghela nafas lega. Saat ini polusi Jakarta telah dinilai mulai berangsur – angsur mereda. Sampai saat ini Jakarta sudah tidak menduduki posisi nomor 1 kota paling berpolusi di dunia. Sekarang langit ibu kota mulai memunculkan warna setelah beberapa waktu sebelumnya hanya dihiasi warna abu – abu yang disebabkan oleh polusi udara.
Polusi Jakarta Mulai Mereda
Jika merunut dari beberapa sumber, diketahui kualitas udara di kota Jakarta per tanggal 12 September 2023 telah masuk ke dalam kategori sedang. Jika kita lihat dari situs iQAir misalnya, kualitas udara kota Jakarta sudah berada di dalam zona kuning, artinya polusi masuk ke dalam kategori sedang, dengan nilai akumulasi 70 sejak pukul 17.00 WIB sore kemarin.
Diketahui, aplikasi Nafas juga turut memasukkan tingkat kualitas udara di kota Jakarta pada zona kuning alias termasuk kategori sedang. Penurunan peringkat ini merupakan kabar gembira, karena setelah beberapa waktu berjalan, kualitas udara di kota Jakarta masih berada di dalam zona merah atau udara tidak sehat.

Foto : BBC Indonesia
Sebagai usaha menurunkan tingkat polusi, Pemprov (Pemerintah Provinsi) DKI Jakarta sudah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pengendalian Pencemaran Udara. Satgas ini berfungsi untuk mendorong terbentuknya sinergi yang efektif dan efisien di antara berbagai pihak terkait agar segera menemukan solusi menurunkan tingkat polusi udara di kota Jakarta.
Pemprov DKI Jakarta juga telah memberikan arahan pada berbagai perangkat daerah serta unit kerja terkait agar dapat mengajak juga ikut bekerja dengan masyarakat supaya bisa menurunkan tingkat polusi Jakarta.
Pemanfaatan Teknologi Untuk Menekan Polusi Jakarta
Demi menekan polusi Jakarta, Pemerintah telah berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) juga TNI AU (Angkatan Udara) dan pihak terkait lainnya.
Metode TMC (Teknologi Modifikasi Cuaca) terpilih sebagai cara yang paling tepat untuk meredakan polusi Jakarta. Eksekusi metode TMC adalah dengan melakukan water mist spraying dari pesawat yang berada di atas langit Jakarta. Lebih lanjut lagi, pengaplikasian metode water spray ini telah diuji coba dapat membentuk lapisan buatan evaporasi yang akan membilas polutan – polutan udara dengan cepat.
“Durasi terbang selama 82 jam 50 menit dan membawa 70.500 liter air” ungkap Abdul Muhari selaku Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB.
Dalam pengerjaannya, teknologi modifikasi cuaca (TMC) ini menggunakan cara water spray demi membilas polutan lewat dua pesawat Cessna, dengan 4 kali titik di wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Timur dan Jakarta Utara. Pelaksanaan operasi modifikasi cuaca diharapkan mampu membilas polutan dan secara tak langsung juga membantu mengurangi tingkat polusi di daerah Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang dan juga Bekasi.
Pakar Modifikasi Cuaca, Tri Handoko Seto yang juga berprofesi sebagai Ahli Perekayasa Utama Bidang Modifikasi Cuaca BMKG menyatakan metode TMC (Teknologi Modifikasi Cuaca) dipilih karena memiliki beberapa kelebihan.
Selain sisi fleksibilitas dalam penentuan target urgensi polutan tertinggi, metode ini juga bisa menekan polusi di kota Jakarta dalam jangka waktu yang lumayan lama, meski bukan merupakan solusi permanen. Dalam hal ini, Handoko menghimbau agar kerja sama berbagai pihak terkait tetap dibutuhkan agar polusi Jakarta bisa hilang secara permanen.
Hal yang diutarakan oleh Tri Handoko sejalan dengan pendapat Guswanto selaku Deputi Bidang Meteorologi BMKG. Guswanto menyatakan penyebab polusi seperti sumber emisi buruk selayaknya harus segera dieliminasi.
Penggunaan teknologi rekayasa cuaca menggunakan garam NACL, pelaksanaan air purifier aircraft sampai ke metode water mist generator dari gedung bertingkat terhitung sebagai solusi jangka pendek sehingga tingkat penurunan polusi Jakarta bersifat non permanen.
“Misalnya ditemukan sumber emisi 1.000 di sekitar Jabodetabek, maka dia harus dikurangi” ujar Guswanto. “Kalau dibilang efektif atau tidak, barangkali 1-2 jam iya turun. Tapi setelah itu kembali lagi,” sambung Guswanto lagi.